KILAS BALIK NOVEMBER 2021

43 Aturan Turunan UU HPP Disiapkan, Ini Catatan Penting November 2021

Redaksi DDTCNews
Jumat, 31 Desember 2021 | 13.30 WIB
43 Aturan Turunan UU HPP Disiapkan, Ini Catatan Penting November 2021

Ilustrasi. Kilas Balik November 2021, DDTCNews.

JAKARTA, DDTCNews - Setidaknya ada 43 aturan turunan atau pelaksana yang bakal dirilis pemerintah untuk mendukung implementasi UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kabar yang disampaikan Ditjen Pajak (DJP) ini meramaikan isu perpajakan selama November 2021. 

Ketentuan turunan UU HPP yang bakal diterbitkan terdiri dari 8 peraturan pemerintah (PP) dan 35 peraturan menteri keuangan (PMK). Pada 2 bulan terakhir 2021, pemerintah melalui DJP memang mulai gencar melakukan sosialisasi untuk menyerap aspirasi wajib pajak atas diundangkannya UU HPP. 

"Sosialisasi kepada para pengusaha asosiasi juga dilakukan sembari menyerap aspirasi untuk penyusunan aturan pelaksanaan dari UU HPP," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam keterangan resmi DJP, pertengahan November lalu. 

Selain terkait UU HPP, peristiwa perpajakan lain yang muncul pada November 2021 adalah disepakatinya pembahasan RUU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) ke rapat paripurna. Ditetapkannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) juga menjadi satu isu menarik memasuki akhir 2021. 

Berikut adalah sederet peristiwa perpajakan penting yang terekam terjadi sepanjang November 2021:

Aturan Turunan UU HPP Dikebut, PPS Prioritas
Puluhan aturan turunan UU HPP mulai disusun. Prioritas pemerintah adalah menerbitkan aturan pelaksana dari program pengungkapan sukarela (PPS) yang pelaksanaannya berlaku mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. 

Pada November 2021 lalu memang belum ada satupun aturan UU HPP turunan yang sudah terbit. Kendati begitu, otoritas pajak mulai melakukan sosialisasi keliling terkait poin-poin perubahan yang muncul dalam UU HPP di sejumlah kota besar di Indonesia. 

Sosialisasi, khususnya terkait PPS, mulai dilakukan dengan mengacu pada ketentuan pokok yang sudah diatur dalam UU HPP seperti skema kebijakan, tarif, hingga syarat pengungkapan harta bersih.

Seluruh Aturan Turunan UU Cipta Kerja Masih Berlaku
Pemerintah mengeklaim seluruh aturan pelaksana dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku meski beleid tersebut dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh MK.

Sebagaimana yang tertuang pada putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, pemerintah hanya dilarang untuk membentuk peraturan pelaksana baru atas UU Cipta Kerja.

Berdasarkan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan aturan pelaksana yang telah terbit masih tetap berlaku.

Seperti diketahui, UU Cipta Kerja telah diundangkan sejak 20 November 2020, sedangkan peraturan pelaksananya mayoritas telah ditetapkan oleh pemerintah sejak awal 2021.

RUU HKPD Dibawa ke Paripurna
Pemerintah dan Komisi XI DPR sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU HKPD ke rapat paripurna.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan RUU HKPD akan memberikan momentum bagi daerah untuk bersinergi dengan pusat dalam mencapai tujuan nasional, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dari total 9 fraksi di Komisi XI, hanya Fraksi PKS yang menolak RUU HKPD dibahas lebih lanjut pada pembicaraan tingkat II di sidang paripurna. Fraksi PKS memandang terdapat beberapa klausul pada RUU HKPD yang berpotensi menciptakan resentralisasi.

Ketika membacakan sikap pemerintah, Sri Mulyani menegaskan RUU HKPD memiliki tujuan untuk menciptakan kebijakan fiskal nasional yang sinergis dan bukan bentuk resentralisasi.

Sektor yang Dapat Diskon 50% Angsuran PPh pasal 25 Ditambah
Pemerintah menambah jumlah sektor penerima pengurangan 50% angsuran PPh Pasal Pasal 25.

Penambahan jumlah kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang berhak menerima pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini dituangkan dalam PMK 149/2021. Beleid ini merupakan perubahan kedua dari PMK 9/2021 yang sebelumnya sudah direvisi dengan PMK 82/2021.

Sebelumnya, melalui PMK 82/2021, pemerintah mengurangi jumlah sektor yang boleh memanfaatkan diskon angsuran PPh Pasal 25 pada masa pajak Juli 2021 hingga Desember 2021 menjadi 216 KLU. Sebelumnya, pemanfaatan insentif PPh Pasal 25 diberikan untuk 1.018 KLU.

Sekarang, melalui PMK 149/2021, pemerintah menambahkan jumlah sektor menjadi 481 KLU. Insentif ini tetap tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh wajib pajak perusahaan KITE dan wajib pajak yang telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.