Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menambah jumlah sektor penerima pengurangan 50% angsuran PPh Pasal Pasal 25. Penambahan itu menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (3/11/2021).
Penambahan jumlah kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang berhak menerima pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini dituangkan dalam PMK 149/2021. Beleid ini merupakan perubahan kedua dari PMK 9/2021 yang sebelumnya sudah direvisi dengan PMK 82/2021.
“Perlu dilakukan penyesuaian kriteria penerima insentif pajak dan ditujukan untuk sektor yang masih membutuhkan dukungan agar menjadi daya ungkit perekonomian secara luas,” bunyi penggalan bagian pertimbangan dalam PMK 149/2021.
Sebelumnya, melalui PMK 82/2021, pemerintah mengurangi jumlah sektor yang boleh memanfaatkan diskon angsuran PPh Pasal 25 pada masa pajak Juli 2021 hingga Desember 2021 menjadi 216 KLU. Sebelumnya, pemanfaatan insentif PPh Pasal 25 diberikan untuk 1.018 KLU.
Sekarang, melalui PMK 149/2021, pemerintah menambahkan jumlah sektor menjadi 481 KLU. Insentif ini tetap tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh wajib pajak perusahaan KITE dan wajib pajak yang telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB.
Selain mengenai insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi Covid-19, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya PMK 151/2021 yang mengatur penetapan pemungut bea meterai.
Wajib pajak pada sektor usaha yang baru saja ditambahkan dalam PMK 149/2021 dapat memanfaatkan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sejak masa pajak Oktober 2021 sampai dengan Desember 2021.
Untuk pemanfaatan sejak masa pajak Oktober 2021, wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan 15 November 2021. (DDTCNews)
Dalam PMK 149/2021, jumlah sektor yang berhak menerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) tidak berubah dari aturan sebelumnya, yakni 1.189 KLU. Insentif restitusi PPN dipercepat kini diberikan untuk wajib pajak pada 229 KLU dari sebelumnya 132 KLU.
Sementara itu, sektor yang dapat memanfaatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 impor bertambah menjadi 397 KLU dari sebelumnya sebanyak 132 KLU. Wajib pajak dapat memanfaatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor dengan menyampaikan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. (DDTCNews)
Dalam PMK 151/2021 disebutkan dirjen pajak berwenang menetapkan wajib pajak sebagai pemungut bea meterai dengan menerbitkan surat penetapan.
Bila wajib pajak telah memenuhi kriteria pemungut bea meterai tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut, wajib pajak dapat menyampaikan surat pemberitahuan untuk ditetapkan sebagai pemungut bea meterai. Simak ‘Kemenkeu Terbitkan PMK Baru Soal Kriteria Pemungut Bea Meterai’. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan hingga Oktober 2021 produksi SP2DK mencapai 2,3 juta surat. Jumlah produksi SP2DK diproyeksi masih akan bertambah.
SP2DK, sambung Neilmaldrin, diterbitkan berdasarkan pada data, informasi, atau keterangan dalam sistem perpajakan. DJP akan menyandingkannya dengan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan wajib pajak.
“Untuk wajib pajak yang dikirimin SP2DK, DJP akan melakukan imbauan dan konseling kepada wajib pajak tersebut,” ujar Neilmaldrin. Simak Fokus Kunjungan Dijalankan, ‘Surat Cinta’ Disampaikan. (DDTCNews)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil berharap DPR bisa segera mengesahkan RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), menyusul UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disetujui pada bulan lalu.
Suahasil mengatakan RUU HKPD diperlukan untuk memperkuat kemampuan fiskal daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Menurutnya, RUU itu juga dibutuhkan untuk mencapai tujuan masyarakat yang adil dan makmur.
"Saat ini kita juga sedang mendiskusikan RUU HKPD dengan DPR, yang kami berharap bisa juga segera bisa disahkan," katanya. Simak fokus Ketika Fiskal Daerah Tak Kunjung Mandiri. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperpanjang pemberian subsidi bunga/margin hingga 31 Desember 2021 seiring dengan diterbitkannya PMK 150/2021.
Subsidi bunga/margin dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tersebut diberikan kepada debitur perbankan, debitur perusahaan pembiayaan, dan debitur lembaga penyalur kredit program pemerintah yang memenuhi persyaratan sebagai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Untuk tahun 2021, diberikan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2021 dan paling lama sampai dengan 31 Desember 2021," bunyi Pasal 8 ayat (1) huruf b PMK 150/2021. (DDTCNews) (kaw)