BERITA PAJAK HARI INI

WP Terdampak Perubahan Wilayah Kerja KPP Dapat Kartu NPWP Baru

Redaksi DDTCNews | Kamis, 15 April 2021 | 08:20 WIB
WP Terdampak Perubahan Wilayah Kerja KPP Dapat Kartu NPWP Baru

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang terdampak perubahan wilayah kerja KPP dan KP2KP dalam reorganisasi instansi vertikal Ditjen Pajak (DJP) akan mendapatkan kartu NPWP baru. Ketentuan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (15/4/2021).

Berdasarkan pada ketentuan PER-06/PJ/2021, terhadap perubahan wilayah kerja KPP dan KP2KP, dirjen pajak memindahkan wajib pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha pengusaha kena pajak (PKP) dari KPP Pratama lama ke KPP Pratama baru sesuai dengan pengalihan wilayah kerja.

KPP Pratama lama memberitahukan kepada wajib pajak dan/atau PKP adanya pemindahan tempat wajib pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha. Sementara itu, KPP Pratama baru dan KPP Madya menerbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru.

Baca Juga:
Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

“KPP Pratama baru dan KPP Madya menerbitkan kartu NPWP baru dan menyampaikannya kepada wajib pajak beserta pemberitahuan pemindahan tempat wajib pajak terdaftar paling lama 10 hari kerja sejak saat mulai terdaftar (SMT),” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (1) b PER-06/PJ/2021.

Jika PKP yang tempat yang tempat pelaporan usahanya dipindahkan merupakan tempat pemusatan PPN terutang, Kanwil atasan KPP Pratama lama menerbitkan Surat Keputusan Pemusatan Tempat PPN Terutang paling lama 10 hari kerja sejak SMT dan berlaku sejak SMT sampai dengan batas waktu sebagaimana telah ditetapkan pada surat keputusan pemusatan sebelumnya.

Seperti diketahui, reorganisasi instansi vertikal DJP meliputi pertama, perubahan nomenklatur Kanwil, KPP, dan KP2KP. Kedua, perubahan wilayah kerja KPP dan KP2KP. Ketiga, perubahan jenis KPP. Simak artikel ‘18 KPP Madya Baru Beroperasi Mulai 3 Mei 2021’.

Baca Juga:
Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Selain mengenai reorganisasi DJP, ada pula bahasan tentang pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan air bersih, baik yang belum maupun sudah siap diminum. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2021.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pemindahan Wajib Pajak

Terhadap perubahan jenis KPP, sesuai dengan PER-06/PJ/2021, dirjen pajak memindahkan wajib pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha bagi wajib pajak tertentu yang ditetapkan ke KPP Madya. Simak artikel ‘Keputusan Dirjen Pajak, Ribuan WP Pindah ke KPP Madya’ dan ‘Lebih dari 5.000 Wajib Pajak Dipindahkan dari KPP Madya ke KPP Pratama’.

Baca Juga:
Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

Ketentuan mengenai pemindahan tempat wajib pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha PKP ke KPP Madya diatur dengan pertama, PER-06/PJ/2021 jika wajib pajak dan/atau PKP berasal dari KPP Pratama yang mengalami perubahan jenis KPP.

Kedua, PER-07/PJ/2020 jika wajib pajak dan/atau PKP berasal selain dari KPP Pratama yang mengalami perubahan jenis KPP. Simak artikel ‘Pelaku Usaha Lewat Sistem Elektronik Wajib Terdaftar di KPP Badora DJP’.

“Wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama baru atau KPP Madya melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan ke KPP Pratama baru atau KPP madya sejak SMT,” demikian bunyi Pasal 5 PER-06/PJ/2021. (DDTCNews)

Baca Juga:
Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan
  • PPN Air Bersih

Merujuk pada Pasal 3 PP 58/2021, air bersih yang dibebaskan dari pengenaan PPN meliputi air bersih yang belum siap diminum dan/atau air bersih yang sudah siap diminum (air minum). Namun, pembebasan PPN tidak berlaku atas air minum kemasan. Adapun beleid ini merevisi PP No. 40/2015.

"[Pembebasan PPN] Termasuk biaya sambung/biaya pasang air bersih dan biaya beban tetap air bersih," bunyi Pasal 3 ayat (1) PP 58/2021. (DDTCNews/Kontan)

  • Biaya Sambung

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor terbitnya PP 58/2021 dimaksudkan untuk menyempurnakan beleid sebelumnya, yakni PP 40/2015. Dalam beleid yang lama, sambungnya, belum diatur ketentuan terkait dengan biaya sambung/biaya pasang serta biaya beban tetap air bersih.

Baca Juga:
Pengajuan Sertel ke KPP Hanya Bisa oleh Pengurus Badan, Siapa Saja?

“Padahal pada praktiknya, dalam proses penyediaan air bersih, sulit untuk dipisahkan antara air bersih itu sendiri dengan usaha penyediaannya serta jaringan penyaluran airnya,” ujarnya. (Kontan)

  • 3 PSAK

Salah satu lampiran yang ada dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh badan yakni laporan keuangan yang diaudit kantor akuntan publik. Pasalnya, ada perubahan 3 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dalam laporan keuangan yang disampaikan dalam SPT Tahunan PPh 2020.

Ketiganya adalah PSAK 71, PSAK 72, dan PSAK 73. Substansi yang ada dalam ketiga PSAK tersebut berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Kondisi ini dinilai berisiko memunculkan multitafsir yang pada gilirannya akan meningkatkan sengketa pajak. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Terkait Transfer Pricing, Pemeriksaan Kantor Bisa Diubah ke Lapangan
  • Konsensus Global

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) berpandangan adanya sinyal positif dalam negosiasi antaryurisdiksi untuk mencapai konsensus atas Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) di bawah koordinasi OECD.

Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) BKF Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan pemerintah Amerika Serikat (AS) baru-baru ini memberikan posisinya atas Pillar 1 mengenai pemajakan ekonomi digital dan Pillar 2 mengenai penetapan tarif pajak minimum global.

"Hal ini tentunya positif dalam mendukung pencapaian konsensus global atas proposal Pillar 1 dan Pillar 2," ujar Oka. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Jumat, 26 April 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Jumat, 26 April 2024 | 11:47 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

Jumat, 26 April 2024 | 11:13 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara