BERITA PAJAK HARI INI

Tidak Dapat Diskon 30% PPh Pasal 25? Bisa Coba Ajukan Pengurangan Ini

Redaksi DDTCNews
Rabu, 24 Juni 2020 | 07.58 WIB
Tidak Dapat Diskon 30% PPh Pasal 25? Bisa Coba Ajukan Pengurangan Ini

Ilustrasi. Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (1/6/2020). Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 hanya 0,4%, menurun dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,1% akibat merebaknya virus corona (Covid-19). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang tidak berhak (eligible) mendapatkan diskon 30% sesuai PMK 44/2020 masih bisa mendapatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan dalam KEP-537/PJ/2000. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (24/6/2020).

Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak, mengatakan bagi wajib pajak dapat mendapatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dengan dua cara tersebut. Selain itu, dengan tarif PPh badan yang turun menjadi 22%, norminal angsuran juga sudah.

“Wajib pajak dapat menggunakan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada PMK 44/2020 jika memenuhi kriteria atau menggunakan permohonan pengurangan angsuran sesuai dengan KEP-537/PJ/2000,” demikian tulis Kring Pajak merespons pertanyaan wajib pajak lewat Twitter.

Diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 diberikan untuk wajib pajak dengan kriteria memiliki salah satu dari 846 kode KLU sesuai Lampiran PMK 44/2020, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, atau telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB.

Sementara permohonan pengurangan besaran PPh Pasal 25 sesuai KEP-537/PJ/2000, bisa diajukan jika sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, wajib pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25.

Selain terkait dengan angsuran PPh Pasal 25, ada pula bahasan mengenai laporan World Bank bertajuk “Public Expenditure Review: Spending for Better Results”. Dalam laporan ini disebutkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia masih merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara berkembang lainnya.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25

Wajib pajak yang memanfaatkan insentif diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 sesuai PMK 44/2020 masih tetap bisa mengajukan pengurangan angsuran sesuai ketentuan dalam KEP-537/PJ/2000. Simak artikel ‘Dapat Diskon 30%, WP Bisa Minta Lagi Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25’.

Sesuai Pasal 7 ayat (2) KEP-537/PJ/2000, pengajuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

Nantinya, pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 (fasilitas PMK 44/2020) juga akan dihitung dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang untuk setiap masa pajak berdasarkan keputusan pengurangan dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 karena penurunan kondisi usaha.

  • Tidak Bisa Dikreditkan

DJP menegaskan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 yang diamanatkan dalam PMK 44/2020 tidak dapat diakui sebagai kredit pajak pada akhir tahun pajak. Simak artikel ‘Diskon 30% Angsuran PPh Pasal 25 Tidak Dapat Diakui Jadi Kredit Pajak’. (DDTCNews)

  • Rasio Pajak Terhadap PDB

World Bank menyebut rasio pendapatan negara terhadap PDB Indonesia pada 2018 hanya sebesar 14,6%, sedangkan negara berkembang lain tercatat mampu mencapai 27,8%. Dari sisi belanja, rasio belanja negara terhadap PDB hanya 16,6%, lebih rendah dari rata-rata negara berkembang yang mencapai 32%.

“Rasio pajak terhadap PDB sebesar 10,2% dari PDB pada tahun 2018 masih merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara berkembang dan negara-negara berkembang di kawasan," tulis World Bank dalam laporan “Public Expenditure Review: Spending for Better Results”. (DDTCNews)

  • Upaya Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah selalu mengupayakan ada peningkatan tax ratio. Pemerintah, sambungnya, terus mencari solusi atas sejumlah faktor yang menyebabkan tax ratio di Indonesia rendah.

Dia mencontohkan faktor yang sering disebut sebagai penyebab tax ratio rendah adalah masih adanya celah dalam kebijakan perpajakan pemerintah dan praktik penghindaran pajak. Pemerintah terus memanfaatkan akses pertukaran informasi. (DDTCNews)

  • Pengecualian Pengenaan PPN

World Bank mengungkapkan belanja perpajakan (tax expenditure) akibat pengecualian pengenaan PPN atas komoditas tertentu dan tingginya threshold pengusaha kena pajak (PKP) lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas ketimbang masyarakat kelas bawah.

“Sebagian besar pengecualian pajak ini dinikmati oleh rumah tangga yang lebih kaya dan jika dihapuskan akan mengurangi ketimpangan,” demikian tulis World Bank dalam publikasi berjudul “Public Expenditure Review: Spending for Better Results”. Simak artikel ‘Pengecualian PPN Dinilai Tidak Tepat Sasaran, Ini Saran World Bank’. (DDTCNews)

  • Redesain Anggaran

Untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah melakukan redesain pada 2021. Redesain akan mengadopsi konsep money follow program. Langkah ini untuk memperkuat penerapan anggaran berbasis kinerja, serta konvergensi program dan kegiatan kementerian dan lembaga.

Spending better ini fokus kita pada 2020 dan 2021. Ini sangat penting bagi pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Di Kemenkeu, ada pula redesain program kerja. Menurutnya, penyusunan program kerja yang selama ini berdasarkan unit eselon I sudah tidak efektif. Nantinya, ada lima program yang dijalankan. Kelimanya adalah program kebijakan fiskal, program penerimaan negara, program belanja negara, program kekayaan negara, dan program dukungan manajemen. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Relokasi dari China

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk memfasilitasi investor yang hendak melakukan relokasi investasi dari China ke Indonesia.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan Satgas tersebut langsung di bawah komandonya. Satgas mendapat tugas khusus, yaitu mendeteksi perusahaan-perusahaan yang akan relokasi. Kemudian, mengecek kemudahan-kemudahan yang diberikan negara-negara lain.

“Dan yang penting memberi kewenangan kepada mereka [Satgas]untuk membuat keputusan dalam bernegosiasi," ujar Bahlil. (Kontan/DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.