Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Ditjen Pajak (DJP) untuk lebih cermat dalam melakukan penagihan kepada penanggung pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (25/8/2022).
Sri Mulyani mengatakan DJP perlu memprioritaskan penagihan kepada penanggung pajak dengan kegiatan usaha yang masih berjalan. Melalui strategi ini, ia meyakini peluang mereka untuk membayar piutang juga menjadi lebih besar karena masih memiliki kemampuan ekonomis.
“Kadang-kadang kita melakukan penagihan ternyata si wajib pajaknya sudah totally enggak ada sumber daya, dan ini kemudian menimbulkan adanya persoalan dari sisi paksa badan, atau yang lain," ujarnya.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021, BPK telah menyoroti kinerja pemerintah dalam melakukan penagihan atas piutang pajak. Setidaknya terdapat Rp20,84 triliun piutang pajak macet yang dipandang belum dilakukan penagihan secara memadai.
Menurut BPK, persoalan piutang itu terjadi karena DJP tidak optimal dalam melakukan pengawasan berjenjang, tidak optimal dalam penagihan, serta belum dikembangkannya sistem pengendalian yang secara otomatis dapat memberikan notifikasi atas ketetapan pajak yang akan daluwarsa penagihan.
Selain mengenai penagihan atas piutang pajak, ada pula bahasan terkait dengan integrasi modul-modul compliance risk management (CRM). Ada pula ulasan terkait dengan implementasi PER-11/PJ/2022 dan pajak karbon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan piutang pajak macet menjadi salah satu persoalan yang harus segera diselesaikan. Menurutnya, penayangan informasi piutang pajak dalam dashboard dapat membuat perkembangan penagihannya lebih mudah dipantau.
"Ini menjadi salah satu pekerjaan rumah yang sudah saya minta kepada Dirjen Pajak supaya ada dashboard yang akuntabel dan kredibel sehingga dapat dilakukan monitoring," katanya.
Pemerintah, sambung Sri Mulyani, berkomitmen untuk menagih semua piutang pajak yang telah berkekuatan hukum tetap. Nantinya, setiap informasi tentang piutang tersebut akan masuk dalam dashboard, sehingga dapat segera ditagih.
Kemudian, dashboard juga dapat membuat daftar prioritas penagihan piutang pajak. Misal, saat telah mendekati masa daluwarsa penagihan. (DDTCNews)
DJP berencana mengintegrasikan 9 jenis CRM mulai September 2022. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan CRM akan mengintegrasikan berbagai proses bisnis dan menggunakan integrated compliance approach. Menurutnya, CRM juga akan masuk dalam sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system).
"Modul-modul itu yang kita integrasikan, dan nanti kalau coretax jalan, langsung kita masukkan ke sana," katanya. (DDTCNews)
Menjelang berlakunya PER-11/PJ/2022, masih banyak wajib pajak yang belum memahami ketentuan pengisian faktur pajak sesuai dengan peraturan tersebut. Banyak pertanyaan yang diajukan kepada contact center DJP Kring Pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan PER-11/PJ/2022 tetap akan berlaku mulai 1 September 2022. "Sampai saat ini PER-11/PJ/2022 akan berlaku sesuai dengan yang telah disebutkan dalam ketentuan tersebut yaitu tanggal 1 September 2022.” (DDTCNews)
Ketentuan Pasal 6 ayat (6) PER-11/PJ/2022 tentang faktur pajak tidak berlaku bila barang kena pajak (BKP)/jasa kena pajak (JKP) diserahkan ke pengusaha kena pajak (PKP) pembeli yang berlokasi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB).
KPBPB tidak termasuk tempat yang dapat dipusatkan berdasarkan PER-07/PJ/2020 s.t.d.d. PER-05/PJ/2021. Dengan demikian, nama, NPWP, dan alamat yang dicantumkan dalam faktur pajak adalah nama, NPWP, dan alamat PKP pembeli di KPBPB.
"Jika penerima BKP/JKP berada di KPBPB maka nama, NPWP, dan alamat faktur pajak diisi dengan data penerima BKP/JKP di kawasan bebas," tulis @kring_pajak merespons pertanyaan warganet. (DDTCNews)
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pengenaan pajak karbon telah diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, pemerintah masih berhati-hati mengimplementasikannya, terutama di tengah kenaikan harga energi global.
"Memang sekarang pemerintah masih melihat kapan waktu persisnya, kapan waktu cocoknya [untuk mengimplementasikan pajak karbon]," katanya. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pengenaan PPN atas bahan bakar pesawat atau avtur bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan kenaikan harga tiket pesawat.
"Dapat kami sampaikan bahwa pengenaan PPN atas avtur bukan menjadi satu-satunya penyebab naiknya harga tiket pesawat, sehingga hal ini tidak dapat dijustifikasi," katanya.
Neilmaldrin mengatakan pemerintah sudah memberi fasilitas PPN kepada industri penerbangan, seperti melalui Peraturan Pemerintah (PP) 71/2012 dan PP 50/2019. Namun demikian, DJP tetap akan berkoordinasi dengan setiap kementerian untuk membahas isu yang berkembang di masyarakat. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan tengah menghitung kebutuhan anggaran untuk penyaluran subsidi energi tahun ini.
Sri Mulyani mengatakan anggaran subsidi energi hingga saat ini masih sesuai dengan yang disepakati DPR senilai Rp502,4 triliun. Apabila anggaran ditambah, pemerintah juga harus memperoleh persetujuan DPR lebih dulu. Simak pula ‘Tahan Harga BBM, Sri Mulyani: Pagu Subsidi Harus Ditambah Rp198 T’.
"Dalam hal ini kita mengikuti apa yang sudah di-approve karena kita tidak bisa melakukan alokasi yang belum disetujui oleh DPR," katanya. (DDTCNews/Kontan) (kaw)