Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) pembeli dalam faktur pajak merupakan bagian dari kebijakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (26/11/2020).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan dengan ketentuan baru yang masuk dalam UU Cipta Kerja tersebut, setiap transaksi harus disertai dengan identitas. Selain nomor pokok wajib pajak (NPWP), NIK juga bisa dipakai.
“Kami ingin semua pengusaha sama-sama patuh sehingga bisa mengikis yang tidak patuh. Kalau semua sudah patuh, ini menjadi keuntungan karena beban pajak ditanggung bersama," ujar Hestu.
Seperti diketahui, Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN yang masuk dalam UU Cipta Kerja mengatur faktur pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP dengan memuat nama, alamat, dan NPWP ataupun NIK. Bila pembeli BKP/JKP adalah subjek pajak luar negeri (SPLN) orang pribadi, faktur pajak harus mencantumkan nomor paspor.
Pada pasal yang sama sebelum direvisi melalui UU Cipta Kerja, faktur pajak harus mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau JKP. Tidak ada ketentuan untuk mencantumkan NIK pada regulasi sebelum munculnya UU Cipta Kerja.
Selain ketentuan pencantuman NIK pembeli dalam faktur pajak, ada pula bahasan terkait dengan penerimaan pajak sektor telekomunikasi hingga akhir Oktober 2020 yang tercatat masih terkontraksi 4,4%. Padahal, dalam komponen produk domestik bruto (PDB), sektor ini tumbuh lebih dari 10%.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan perubahan ketentuan dalam administrasi pajak pertambahan nilai (PPN) itu tidak hanya memberikan kepastian hukum dalam penerbitan faktur pajak.
Perubahan yang masuk dalam UU Cipta Kerja tersebut, sambung Hestu, juga sebagai cara DJP untuk menjamin keadilan bagi semua pelaku usaha dan mempersempit ruang untuk tidak patuh dalam urusan pajak.
"Kami mohon pelaku usaha untuk menyikapi ketentuan ini dengan baik karena tujuannya membuat lingkungan bisnis menjadi lebih adil," katanya. Simak pula artikel ‘Simak, Ternyata Klaster Perpajakan UU Cipta Kerja Sasar 4 Tujuan Ini’. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan dalam jangka panjang diharapkan akan ada satu nomor identitas tunggal atau single identity number (SIN) yang menjadi pedoman utama warga negara Indonesia dalam mengakses seluruh layanan publik.
"Tentu dengan SIN akan bentuk basis data yang sangat bagus dari sisi perpajakan. Namun, dengan ketentuan ini, tidak mengurangi peran NPWP. Untuk menuju ke sana [SIN] memang perlu adanya ekosistem NIK yang lebih tertib dan baik," imbuhnya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan terkontraksinya penerimaan pajak dari sektor telekomunikasi kemungkinan dikarenakan pemberian insentif pajak, terutama diskon angsuran PPh Pasal 25 yang saat ini sebesar 50%.
“Untuk sektor informatika kontraksi 4,4%. Ini yang mungkin akan kami cocokkan lagi karena di sektor informasi dan komunikasi itu secara ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi,” ujarnya. (Kontan/Bisnis Indonesia)
Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan DDTC Fiscal Research memiliki proyeksi realisasi penerimaan pajak, baik dalam skenario pesimis maupun optimis, yang berada di bawah target dalam Perpres 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.
“Target pajak sudah diturunkan pada tahun ini. Namun, dengan adanya dinamika ekonomi yang mengalami resesi dan ditambah prospek ke depan yang belum terlalu baik maka perhitungannya masih akan terjadi shortfall lagi,” katanya.
Bawono mengungkapkan proyeksi pesimis untuk realisasi penerimaan pajak pada tahun ini senilai Rp1.083,7 triliun atau 90.4% dari target dalam Perpres 72/2020. Kemudian, proyeksi optimis senilai Rp1.154,1 triliun atau mencapai 96,3% dari target. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatur kembali ketentuan mengenai fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur.
Pengaturan kembali ketentuan tersebut tertuang dalam PMK 180/2020. Beleid ini dirilis untuk menyempurnakan ketentuan mengenai kebijakan penyediaan infrastruktur dengan skema KPBU yang lebih komprehensif dan kredibel. Simak artikel ‘Sri Mulyani Terbitkan PMK Baru Soal Fasilitas Fiskal Proyek KPBU’. (DDTCNews)
Hingga Oktober 2020, dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di bank mencapai Rp274 triliun. Hingga akhir tahun, dana pemda yang mengendap di bank diproyeksi mencapai Rp100 triliun.
“Dana-dana yang ada di bank, jangan hanya disimpan di bank tetapi gunakanlah untuk percepatan pemulihan ekonomi di daerah. Kami melihat jumlahnya masih cukup besar," ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)