Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol.
JAKARTA, DDTCNews – Kerangka Inklusif Base Erosion and Profit Shifting (Inclusive Framework on BEPS) OECD/G20 akan melanjutkan pembahasan proposal pemajakan digital untuk mencapai konsensus global. Konsensus dinantikan sebagai jawaban atas tantangan pemajakan saat ini.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan pembahasan akan dimulai kembali pada Oktober 2019. Setidaknya, ada tiga aspek akan menjadi inti pembicaraan yang akan berlangsung di Paris, Prancis nanti.
“Pertama, menentukan hak pemajakan atau menentukan nexus-nya. Kedua, metode alokasi hak pemajakan yang berkeadilan. Ketiga, menentukan penghasilan yang dibagi adalah nilai yang wajar karena ini lintas yusrisdiksi,” ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Aspek Perpajakan Atas Transaksi Ekonomi Digital', Kamis (29/8/2019).
John memprediksi jalannya pembahasan akan berlangsung alot. Pasalnya, tiap negara mempunyai posisi yang berbeda-beda terkait pembagaian hak pemajakan atas transkasi ekonomi digital ini. Setidaknya, terdapat tiga poros utama terkait penentuan hak pemajakan.
Pertama, poros dengan pendekatan user participation yang didukung penuh oleh Inggris. Kedua, poros dengan pendekatan market intangibles yang menjadi andalan Amerika Serikat dalam membagi hak pemajakan atas ekonomi digital. Kedua poros merepresentasikan kepentingan negara maju.
Ketiga, poros dengan pendekatan sufficient economic presence. Hal tersebut menjadi pendekatan yang lebih disukai oleh negara berkembang seperti Indonesia, yang kerap kali menjadi negara sumber tempat nilai tambah dihasilkan.
“1 Oktober nanti akan bahas lagi. Agendanya bahas kajian bagaimana progres dari hasil pembahasan selama ini. Dari situ akan dilihat mana yang terbaik,” ungkap John dalam diskusi yang digelar Kompartemen Akuntan Perpajakan Ikatan Akuntan Indonesia (KAPj—IAI) ini.
Pembahasan mengenai pemajakan ekonomi digital ini juga bisa Anda simak dalam Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) bertajuk ‘Tax and Digital Economy: Threats and Opportunities’ yang dirilis oleh DDTC Fiscal Research.
John menekankan apapun hasil yang dicapai pada level internasional tersebut seharusnya dapat segara diaplikasikan oleh seluruh negara dengan mudah. Oleh karena itu, posisi Indonesia mendorong resolusi yang dihasilkan bersifat sederhana dan mudah diterapkan.
“Jadi ini kan pembagian, atas satu penghasilan yang sama kemudian dibagi ke banyak negara. Sehingga, perlu aturan yang sederhana dan dapat berlaku secara universal,” imbuhnya. (kaw)