REKOMENDASI OECD

Setelah Pandemi, OECD Rekomendasikan Penerapan Pajak Ini

Muhamad Wildan | Kamis, 11 Juni 2020 | 17:13 WIB
Setelah Pandemi, OECD Rekomendasikan Penerapan Pajak Ini

Markas OECD di Paris, Prancis. (Foto: oecd.org)

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menilai negara-negara perlu segera mendorong kebijakan perpajakan yang progresif dan dapat memitigasi perubahan iklim.

Dalam Economic Outlook yang baru saja dipublikasikan Rabu (10/6/2020), OECD menyarankan kepada otoritas pajak di berbagai negara untuk mengenakan carbon tax atau pajak karbon.

Dari sisi belanja, OECD juga mendorong negara-negara untuk mengurangi subsidi yang diberikan atas konsumsi bahan bakar fosil seperti migas dan komoditas pertambangan.

Baca Juga:
Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

"Langkah ini tidak hanya mengatasi kegagalan pasar (market failure), tetapi juga membawa perubahan pada ekonomi untuk mengurangi dampak perubahan iklim," tulis OECD dalam laporannya.

Selain untuk memitigasi perubahan iklim, perlu ada kebijakan perpajakan yang mampu menghasilkan penerimaan negara yang lebih tinggi ke depan setelah ekonomi pulih pascapandemi Covid-19.

OECD memproyeksikan utang pemerintah ke depan meningkat akibat kebijakan utang dalam rangka membiayai kebijakan-kebijakan penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga:
OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Beberapa kebijakan perpajakan yang perlu didorong ke depan untuk meningkatkan penerimaan negara pascapandemi antara lain memaksimalkan perolehan pajak dari pajak pertambahan nilai (PPN) serta mengatasi tantangan pajak yang muncul akibat digitalisasi ekonomi.

OECD memahami ruang maksimalisasi penerimaan PPN pascakrisis perekonomian cenderung terbatas. Namun, maksimalisasi penerimaan dari PPN menurut OECD bagaimanapun harus tetap diusahakan.

Langkah untuk mengatasi tantangan pajak yang muncul akibat digitalisasi ekonomi juga dinilai bakal memperkuat kemampuan negara untuk meningkatkan penerimaan.

Agenda reformasi ini perlu dikoordinasikan dengan baik oleh masing-masing negara agar tidak timbul praktik penghindaran pajak dan tidak timbul perang dagang yang diakibatkan oleh sengketa perpajakan. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 13:00 WIB KEANGGOTAAN OECD

OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Tak Setor PPN Rp605 Juta, Direktur CV Diserahkan ke Kejaksaan

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri