REPORTASE DDTC DARI SINGAPURA

Memahami Analisis Jasa Intragrup Lewat Perspektif OECD dan Singapura

Redaksi DDTCNews
Rabu, 01 Oktober 2025 | 15.37 WIB
Memahami Analisis Jasa Intragrup Lewat Perspektif OECD dan Singapura
<p>Jow Lee Ying selaku&nbsp;Senior Lecturer<em> </em>di&nbsp;Nanyang Technology University (NTU) sekaligus Direktur <em>Transfer Pricing</em> EY Singapura saat memberikan paparan dalam&nbsp;<em>WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025</em>, Selasa (30/9/2025).</p>

SINGAPURA, DDTCNews - Rangkaian acara WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025 sesi hari kedua (30/9/2025) menghadirkan pembahasan menarik mengenai topik Transfer Pricing and Services.

Topik tersebut dibawakan oleh Jow Lee Ying selaku Senior Lecturer di Nanyang Technology University (NTU) sekaligus Direktur Transfer Pricing EY Singapura, serta Zhang Zhitang sebagai Senior Manager Pajak Internasional FrieslandCampina. Keduanya mengulas praktik dan kebijakan terbaru dalam analisis jasa intragrup berdasarkan OECD Transfer Pricing Guidelines serta Singapore Transfer Pricing Guidelines.

Dalam paparannya, Jow Lee Ying menjelaskan bahwa jasa intragrup mencakup layanan yang diberikan antaranggota di dalam grup usaha, baik dari entitas induk ke entitas anak, shared service center ke entitas, maupun antar entitas lainnya. Jasa sendiri dapat saja diberikan oleh pihak independen, tetapi pada umumnya jasa intragrup kerap dilakukan secara internal atas dasar efisiensi dan sinergi dalam grup usaha.

Menurut Jow Lee Ying, langkah pertama sebelum menganalisis jasa intragrup adalah melakukan identifikasi apakah transaksi tersebut memang terjadi di antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.

“Perlu di-highlight bahwa sebelum menganalisis transfer pricing atas jasa intragrup, diperlukan juga untuk memastikan bahwa pihak yang saling bertransaksi merupakan pihak yang memiliki hubungan istimewa,” ujar Jow Lee Ying pada sesi awal topik Transfer Pricing and Services.

Jow Lee Ying melanjutkan bahwa pihak yang memiliki hubungan istimewa berdasarkan perspektif di Singapura berbasis pada pengaruh atau kendali. Hal ini sesuai dengan Singapore Transfer Pricing Guidelines serta Income Tax Act Singapura yang mendefinisikan pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan pihak lain.

“Perspektif soal pihak yang memiliki hubungan istimewa di Singapura cukup berbeda dengan ketentuan di negara lainnya yang menilai pihak yang memiliki hubungan Istimewa dari besaran persentase kepemilikan saham," ujar Jow Lee Ying.

Adapun definisi hubungan istimewa dari perspektif perpajakan di Indonesia diatur dalam UU PPh Pasal 18 Ayat (4). Beleid tersebut mengartikan hubungan istimewa sebagai, pertama, wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada wajib pajak lain.

Kedua, hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih. Atau, ketiga, hubungan di antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir.

Sementara itu, Zhang Zhitang menekankan 2 isu dasar dalam menganalisis transaksi jasa intragrup. Pada umumnya, ujarnya, analisis terkait jasa intragrup terbagi ke dalam 2 konsep.

"Yang pertama adalah menentukan apakah jasa intragrup benar-benar diberikan dan memberikan manfaat bagi penerima jasa. Setelah itu, menentukan apakah biaya jasa yang dikenakan telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha,” ujar Zhang Zhitang.

Zhang Zhitang juga menjelaskan konsep uji manfaat dan memaparkan perbedaan transaksi jasa yang memberikan manfaat secara nyata dengan transaksi jasa yang hanya bersifat untuk kepentingan pemegang saham, serta menyoroti risiko duplikasi maupun manfaat insidental.

Low Value Adding Intra-Group Services (LVAS)

Selain itu, terdapat juga diskusi terkait dengan pendekatan sederhana (simplified approach) atas jasa intragrup bernilai tambah rendah (low value-adding intra-group services/LVAS) yang mengakui safe harbour dengan mark up sebesar 5%.

Berdasarkan OECD Transfer Pricing Guidelines, LVAS merupakan jasa yang bersifat sebagai pendukung, bukan bagian dalam bisnis utama, tidak melibatkan atau menciptakan aset tidak berwujud yang unik dan berharga, serta tidak melibatkan atau menciptakan risiko yang substansial bagi penyedia jasa.

Zhang Zhitang juga memaparkan bahwa Singapore Transfer Pricing Guidelines sendiri juga telah mengadopsi safe harbour untuk LVAS tersebut. Bahkan perspektif Singapura atas kategori jasa yang termasuk sebagai LVAS telah dipetakan secara spesifik yang lebih lanjut tercantum di dalam Lampiran C Singapore Transfer Pricing Guidelines.

Reportase dari Singapura

Artikel reportase ini ditulis oleh Specialist DDTC Consulting Agnetasya yang mengikuti WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025 di Singapura. Program ini diselenggarakan pada 29 September 2025 hingga 2 Oktober 2025.

Program yang berlangsung selama 4 hari ini digelar oleh the WU Transfer Pricing Center at the Institute for Austrian and International Tax Law at WU (Vienna University of Economics and Business) dan the Tax Academy of Singapore. Kursus diisi oleh profesor dari WU Transfer Pricing Center dan pakar serta praktisi perpajakan di Asia Tenggara.

Selain Agnetasya, ada 7 profesional DDTC lainnya yang juga mengikuti kursus di Singapura. Keikutsertaan kedelapan profesional pajak dalam kursus mengenai transfer pricing di Singapura tersebut dibiayai sepenuhnya oleh DDTC, sebagai bagian dari pengembangan kapasitas internal perusahaan. Kegiatan ini merupakan bagian dari Human Resource Development Program (HRDP) yang dijalankan oleh DDTC. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.