PERKENALKAN, saya Ahmad, karyawan swasta yang tinggal di Tangerang. Belakangan ini, saya mulai tertarik mencoba berbagai instrumen investasi. Salah satu yang menarik perhatian adalah deposito karena beragam keuntungan yang ditawarkan cocok dengan profil saya. Sebelum mulai berinvestasi, saya ingin tahu dulu seperti apa aturan pajak yang berkaitan dengan investasi deposito.
Lantas, apa saja hal-hal terkait pajak yang perlu saya perhatikan? Terima kasih.
Ahmad, Tangerang
Terima kasih atas pertanyaannya, Pak Ahmad. Aspek pajak yang perlu diperhatikan investor individual umumnya berkaitan dengan pajak penghasilan (PPh). Sebab, kegiatan investasi pada akhirnya dapat menambah kemampuan ekonomis seseorang —yang kemudian menjadi justifikasi pengenaan PPh berdasarkan regulasi di Indonesia.
Regulasi yang dimaksud yakni Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU PPh).
Penjelasan atas Pasal 4 ayat (1) UU PPh menegaskan bahwa penghasilan dari modal—seperti bunga—merupakan objek PPh. Dalam hal ini, bunga yang dihasilkan dari investasi deposito dikenai pajak yang bersifat final sesuai Pasal 4 ayat (2) huruf a UU PPh.
Sebagai informasi, sifat final tersebut membuat penghasilan bunga deposito tidak akan digabung dan dihitung lagi dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh untuk dikenakan tarif umum bersama dengan penghasilan lainnya. Adapun PPh yang telah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di dalam SPT tahunan PPh. Untuk memahami lebih lanjut mengenai konsep PPh, simak buku ‘Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan Edisi Kedua.’
Lantas, apa saja aspek pajak yang perlu diperhatikan investor individual sebelum berinvestasi deposito? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, Peraturan Menteri Keuangan No. 212/PMK.03/2018 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (PMK 212/2018) perlu dirujuk.
Berdasarkan regulasi tersebut, setidaknya terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan investor individual sebelum berinvestasi di instrumen deposito.
Pertama, cakupan bunga deposito yang dikenakan pajak. Untuk dapat memahami cakupan bunga deposito yang dikenakan pajak, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai definisi deposito sesuai Pasal 1 angka 1 PMK 212/2018 berikut:
“Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perbankan.”
Dapat dipahami dari definisi di atas bahwa rezim pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito menganut prinsip pemajakan yang luas. Sebab, penghasilan bunga yang dipotong pajak tidak memedulikan jenis depositonya.
Ditegaskan dalam Pasal 3 PMK 212/2018 bahwa pemotongan PPh atas bunga deposito dikenakan atas deposito berjangka, sertifikat deposito, deposito on call, serta deposito dengan nama dan bentuk apapun.
Lebih lanjut, Pasal 2 ayat (2) PMK 212/2018 memastikan agar pemotongan pajak dilakukan juga terhadap bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang luar negeri di Indonesia.
Kedua, pengecualian dari pemotongan PPh. Meskipun menganut prinsip pemajakan yang luas, pemerintah memberikan pengecualian tertentu agar bunga deposito tidak dikenakan PPh. Dalam konteks ini, pengecualian didasarkan pada: (i) profil wajib pajak; dan (ii) besaran investasi.
Dari segi profil wajib pajak, Pasal 2 ayat (3) PMK 212/2018 mengatur bahwa pemotongan PPh atas bunga deposito tidak berlaku bagi orang pribadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) yang seluruh penghasilannya dalam 1 tahun pajak—termasuk bunga dan diskonto—tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Simak ‘Apa Itu PTKP?’
Dengan kata lain, apabila penghasilan Bapak dalam satu tahun tidak melebihi PTKP maka bunga deposito yang nantinya diperoleh tidak dikenakan pajak. Perlu diketahui bahwa seorang investor yang penghasilannya di bawah PTKP, tetapi dilakukan pemotongan pajak atas bunga deposito, dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak sesuai Pasal 2 ayat (4) PMK 212/2018.
Selain pengecualian pemotongan berdasarkan profil wajib pajak, pengecualian juga dilakukan berdasarkan besaran investasi. Berdasarkan Pasal 7 huruf a PMK 212/2018, pemotongan PPh tidak dilakukan terhadap bunga deposito dengan jumlah deposito tidak melebihi Rp7,5 juta. Artinya, pemotongan PPh atas bunga deposito hanya dilakukan apabila deposito yang ditempatkan oleh Bapak melebihi threshold tersebut.
Ketiga, tarif dan teknis pemotongan pajak. Aspek ini sering kali menjadi penentu perilaku investor dalam menentukan instrumen investasi. Dalam hal ini, tarif pajak atas bunga deposito diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c PMK 212/2018 sebagai berikut:
Adapun pihak yang diamanatkan melakukan pemotongan PPh sesuai tarif tersebut adalah bank yang membayarkan bunga deposito sesuai Pasal 8 ayat (1) PMK 212/2018. Artinya, Bapak sebagai investor nantinya tidak perlu melaksanakan kewajiban pemotongan dan penyetoran PPh atas bunga deposito.
Kendati demikian, Bapak tetap diwajibkan untuk melaporkan harta berupa deposito yang dimiliki dalam surat pemberitahuan (SPT) Tahunan. Simak ‘SPT Tahunan Era Coretax, Detail Harta yang Perlu Diisi Lebih Banyak.’
Selain itu, Bapak juga diwajibkan untuk melaporkan penghasilan bunga deposito yang dikenai PPh bersifat final dalam Lampiran 2 SPT Tahunan. Simak ‘Cara Isi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Karyawan Via Coretax DJP.’
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)