KONSULTASI PAJAK

Impor Barang bagi Penyandang Disabilitas? Ini Syarat Agar Tak Kena PPN

Redaksi DDTCNews
Jumat, 01 Agustus 2025 | 18.45 WIB
Impor Barang bagi Penyandang Disabilitas? Ini Syarat Agar Tak Kena PPN
Muhammad Farrel Arkan,
DDTC Fiscal Research and Advisory

Pertanyaan:

PERKENALKAN, saya Miya, staf keuangan di salah satu lembaga sosial yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas.

Salah satu misi kami adalah menyediakan berbagai barang terkait dengan keperluan khusus penyandang disabilitas, seperti alat bantu dengar hingga kursi roda. Untuk itu, kami banyak mengimpor barang-barang tersebut dari luar negeri.

Saya mendapatkan info bahwa atas impor barang tersebut dibebaskan bea masuk, tetapi kami belum yakin dengan perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN)-nya. Pertanyaan saya, apakah impor barang tersebut dikenakan PPN? Jika tidak, apa yang harus diperhatikan? Terima kasih.

Miya, Yogyakarta

Jawaban:

TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Miya. Dapat dipahami dari informasi yang Ibu sampaikan bahwa importasi barang yang dilakukan lembaga Ibu dibebaskan dari pungutan bea masuk. Namun, keraguan kemudian timbul terkait perlakuan PPN atas impor barang tersebut. Apakah akibat bea masuknya dibebaskan, importasi barang tersebut serta-merta tidak dikenakan PPN?

Keraguan tersebut memang wajar, terlebih apabila merujuk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 (UU PPN).

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf b UU PPN, pada dasarnya barang yang diimpor termasuk ke dalam aktivitas penyerahan yang dikenakan PPN. Lebih lanjut, penjelasan atas Pasal 4 ayat (1) huruf b UU PPN menegaskan sebagai berikut:

“… siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam daerah pabean, tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak.

Uraian di atas mengindikasikan bahwa seluruh barang yang termasuk barang kena pajak (BKP) harus dipungut PPN. Namun demikian, kita perlu mempertimbangkan ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf c UU PPN terlebih dahulu. Berdasarkan ketentuan tersebut, PPN bisa saja tidak dikenakan atas impor barang yang disebut sebagai BKP tertentu.

Terkait itu, kita dapat merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean (PP 49/2022).

Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) PP 49/2022, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya BKP yang atas impornya dibebaskan dari pungutan bea masuk seharusnya tetap dipungut PPN. Artinya, ketentuan standar yang diberlakukan atas impor yang dibebaskan dari pungutan bea masuk adalah tetap terutang PPN.

Namun, terdapat ketentuan khusus yang membuat impor barang tersebut menjadi tidak dipungut PPN. Ketentuan khusus tersebut berlaku untuk beberapa barang tertentu yang diatur dalam Pasal 28 ayat (3) PP 49/2022. Salah satu barang tersebut adalah barang untuk keperluan khusus penyandang disabilitas oleh badan atau lembaga sosial yang mengurus penyandang disabilitas.

Dengan begitu, impor barang khusus untuk keperluan penyandang disabilitas yang dilakukan oleh lembaga Ibu tidak dipungut PPN. Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa fasilitas tidak dipungut PPN tersebut diberikan tanpa menggunakan surat keterangan tidak dipungut PPN. Ketentuan tersebut sebagaimana dimuat dalam Pasal 28 ayat (4) PP 49/2022.

Klausul Pencabutan

Setelah mengetahui bahwa impor barang yang hendak dilakukan perusahaan Ibu tidak dipungut PPN, kita perlu memerhatikan beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.010/2019 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Menteri Keuangan No. 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk (PMK 198/2019).

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PMK 198/2019 terdapat ketentuan yang perlu dipatuhi guna tetap dapat memanfaatkan fasilitas PPN tidak dipungut. Dapat dipahami dari beleid tersebut bahwa dalam jangka waktu 5 tahun sejak impor, pihak yang melakukan importasi dilarang melakukan dua hal berikut:

  1. menggunakan sebagian atau seluruh barang tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
  2. memindahtangankan sebagian atau seluruh barang kepada pihak lain.

Apabila salah satu ketentuan tersebut dilanggar, PPN yang seharusnya terutang harus disetor ke kas negara oleh orang pribadi atau badan yang melakukan importasi.

Adapun PPN tersebut harus disetor ke kas negara dalam jangka waktu 1 bulan sejak barang tersebut dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai tujuan semula sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (2) PMK 198/2019. Lebih lanjut, terdapat pula sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan yang harus dipenuhi. Sebagai informasi, sanksi tersebut dihitung mulai saat impor sampai dengan dilakukannya penyetoran.

Dengan kata lain, lembaga Ibu perlu memastikan bahwa barang keperluan khusus penyandang disabilitas yang diimpor untuk digunakan sebagaimana mestinya dan tidak dipindahtangankan, setidaknya selama 5 tahun.

Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.