KEBIJAKAN PAJAK

Penerapan Pajak Karbon Ditunda Lagi, Ini Keterangan Resmi BKF Kemenkeu

Redaksi DDTCNews | Jumat, 24 Juni 2022 | 20:18 WIB
Penerapan Pajak Karbon Ditunda Lagi, Ini Keterangan Resmi BKF Kemenkeu

Ilustrasi. Gedung Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan kembali menunda penerapan pajak karbon. Namun demikian, pemerintah memastikan akan tetap memberlakukannya pada tahun ini.

Pajak karbon telah menjadi amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pajak karbon semestinya mulai diberlakukan pada April 2022, tetapi pemerintah memundurkan waktu menjadi Juli 2022. Sekarang, pemerintah memutuskan untuk menunda lagi, tidak berlaku mulai Juli 2022.

“Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan pajak karbon yang awalnya direncanakan pada Juli 2022 ini,” tulis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dalam keterangan resminya, Jumat (24/6/2022).

Baca Juga:
Ada Pajak Rokok 10%, Ini Daftar Tarif Pajak Daerah Terbaru di NTB

Kendati demikian, BKF memastikan pajak karbon tetap akan dikenakan pertama kali pada badan yang bergerak di bidang PLTU batu bara dengan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi pada 2022 sesuai amanat UU HPP.

Pajak karbon diharapkan mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih pada aktivitas ekonomi hijau rendah karbon. Pemerintah juga tetap menjadikan penerapan pajak karbon pada 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G-20.

“Termasuk bagian dari deliverables ini, pemerintah juga mendorong aksi-aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, di antaranya melalui mekanisme transisi energi (energy transition mechanism/ETM),” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

Baca Juga:
Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Skema ETM, di satu sisi, memensiunkan dini PLTU batu bara (phasing down coal). Di sisi lain, ada akselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi.

Dalam jangka menengah, pemerintah telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam kerangka komitmen yang telah ditetapkan (Nationally Determined Contributions/NDC) sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

Dalam jangka panjang, tahun lalu, pemerintah telah menetapkan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy For Low Carbon Climate Resilience/LTS-LCCR) pada 2050 dan target Emisi Nol Bersih (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat.

Baca Juga:
WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Untuk mencapai berbagai komitmen tersebut, sambung Febrio, pemerintah telah melakukan berbagai upaya yang dibutuhkan, termasuk melalui bauran kebijakan (policy mix). Upaya ini juga terus diakselerasi untuk dapat mencapai target penanggulangan perubahan iklim lebih cepat.

Dari sisi pendanaan, pemerintah telah menggunakan skema belanja APBN/APBD dan sumber-sumber lainnya. Untuk lebih mendorong penguatan kapasitas pendanaan terkait iklim, pemerintah menerbitkan Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang mencakup pula pungutan atas karbon.

Pemerintah bersama DPR juga menerbitkan UU HPP yang di dalamnya termasuk mengatur mengenai kebijakan pajak karbon. Namun demikian, perekonomian nasional tengah menghadapi risiko global yang membayangi pemulihan.

Baca Juga:
Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

“Saat ini, fokus utama Pemerintah adalah menjaga perekonomian nasional dari rambatan risiko global yang salah satunya adalah peningkatan harga komoditas energi dan pangan global seiring terjadinya perang di Ukraina yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik,” jelas Febrio.

Dengan perkembangan tersebut, sambungnya, pemerintah memprioritaskan fungsi APBN untuk memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga energi dan pangan di dalam negeri. Hal ini termasuk memberikan subsidi dan berbagai bentuk perlindungan sosial.

Pemerintah tetap berupaya mematangkan peraturan pendukung pemberlakuan pajak karbon. Hal ini dilakukan bersama dengan seluruh kementerian/lembaga, termasuk Kemenkeu.

Baca Juga:
DPR Ini Usulkan Insentif Pajak untuk Toko yang Beri Diskon ke Lansia

Proses penyempurnaan peraturan pendukung dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.

“Proses pematangan skema pasar karbon termasuk peraturan teknisnya, yang sistemnya akan didukung oleh pajak karbon, masih membutuhkan waktu,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?