Ilustrasi. Salah seorang pegawai Ditjen Pajak (DJP) mengikuti upacara Hari Pajak 2020 dengan menggunakan face shield sebagai bagian dari protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19. (foto: DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Hari ini, Selasa (14/7/2020), diperingati sebagai Hari Pajak. Penetapan Hari Pajak ini bukanlah tanpa alasan. Ada tonggak sejarah yang melatarbelakanginya, sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-313/PJ/2017.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa, menguatkan jati diri organisasi, serta memotivasi pengabdian para pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maka ditetapkanlah 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak yang diperingati di lingkungan DJP.
“Menetapkan tanggal 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak yang diperingati di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak,” demikian bunyi diktum pertama Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-313/PJ/2017, yang ditandatangani Robert Pakpahan, Dirjen Pajak waktu itu.
Momentum bersejarah merujuk pada catatan dalam dokumen otentik Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI-PPKI) koleksi Abdoel Kareem (AK) Pringgodigdo, seorang pegawai gunseikan (pemerintahan militer) yang bertugas mengikuti jalannya sidang BPUPKI.
Dokumen yang berisikan notulensi rinci perjalanan sidang BPUPKI tersebut sempat hilang karena dirampas Belanda (sekutu) ketika masuk Yogyakarta pada 1946. Namun, pada September 2017, Arsip Nasional RI akhirnya membuka secara terbatas dokumentasi tersebut.
Penelusuran dokumen tersebut menunjukkan sejarah pajak dan negara ternyata berhubungan dengan proses pembentukan negara, yaitu masa-masa sidang BPUPKI. Kata pajak pertama kali disebut oleh Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat dalam suatu sidang panitia kecil soal keuangan.
Sidang tersebut dilaksanakan dalam masa reses BPUPKI setelah pidato terkenal dari Sukarno dibacakan pada 1 Juni 1945. Dalam sidang tersebut, Radjiman mengemukakan lima usulan. Pada butir keempat usulan tersebut dinyatakan “pemungutan pajak harus diatur hukum”.
Kemudian, kata pajak kembali muncul dalam Rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) kedua yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945. Lebih tepatnya, dalam Bab VII Hal Keuangan - Pasal 23 butir kedua dinyatakan “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
Sejak 14 Juli 1945 itu pula, urusan pajak terus masuk dalam pembahasan UUD 1945. Pajak bahkan mendapat pembahasan khusus pada 16 Juli 1945 dengan merincinya sebagai sumber-sumber penerimaan utama negara dan menjadi isu utama sidang.
Berlatar belakang sejarah tersebut maka tanggal 14 Juli 1945 itulah yang diacu sebagai Hari Pajak. Penetapan 14 Juli tersebut tentu akan memberikan legitimasi historis kepada DJP sebagai soko guru utama kekuatan negara.
Berdasarkan uraian yang dijabarkan, dapat diketahui penetapan 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak mengacu pada kali pertama kata “pajak” diucapkan. Anda juga dapat menyimak pernyataan Radjiman dalam kutipan ‘Pajak Harus Diatur Hukum’. Simak pula perspektif ‘Bangkit Bersama Pajak untuk Indonesia Maju’. (kaw)