DALAM pembahasan sebelumnya mengenai pengertian dan perhitungan PPh Pasal 25 telah dijelaskan bahwa guna mempermudah wajib pajak orang pribadi maupun badan dalam membayar pajaknya, maka pembayaran pajak dapat dilakukan secara dicicil atau diangsur setiap bulannya.
Tarif yang dikenakan untuk pembayaran PPh Pasal 25 dikategorikan menjadi tiga kelompok yakni untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), dan untuk wajib pajak badan. Berikut penjelasannya:
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu wajib pajak yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa dengan satu atau lebih tempat usaha. Tarif PPh Pasal 25 yang ditetapkan bagi WP OPPT adalah 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT) yaitu wajib pajak yang memiliki pekerjaan bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. Tarif PPh Pasal 25 yang diterapkan bagi WP OPSPT adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah sebagai berikut:
Lapisan PKP | Tarif Pajak |
Sampai dengan Rp50 juta | 5% |
Rp50 juta – Rp250 juta | 15% |
Rp250 juta – Rp500 juta | 25% |
Di atas Rp50 juta | 30% |
Tarif PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan diatur bedasarkan Pasal 17 ayat (2a) dan (2b) dan Pasal 31E ayat (1) UU PPh, yaitu sebagai berikut:
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 dikatakan bahwa pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya. SSP dijadikan bukti pembayaran apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). NTPN itu sendiri merupakan nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP. Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Sedangkan batas waktu untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya).Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah.
Apabila wajib pajak terlambat membayar PPh Pasal 25, maka wajib pajak akan dikenakan bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Pada bahasan berikutnya mengenai PPh Pasal 25 akan dijelaskan mengenai perhitungan PPh Pasal 25 untuk kondisi-kondisi tertentu.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.