
PERKENALKAN, saya Irma, saya staf tax admin di salah satu perusahaan pertambangan. Saya ingin menanyakan terkait dengan penerbitan bukti potong PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap. Kasusnya adalah ada seorang pegawai yang berhenti bekerja pada Juni 2025 dan telah diterbitkan bukti potong A1 untuk periode Januari hingga Juni 2025.
Kemudian, pegawai tersebut mulai bekerja di perusahaan kami pada Oktober 2025. Bagaimana ketentuan pembuatan bukti potong bulanan pegawai tetap (BPMP) dan A1 untuk kedua periode tersebut? Terima kasih sebelumnya.
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Irma. Permasalahan mengenai perpindahan pegawai di tengah tahun memang kerap menimbulkan kebingungan, terlebih sejak seluruh bukti potong PPh Pasal 21 kini dibuat melalui coretax system. Pada dasarnya, perpindahan pegawai dalam tahun kalender menyebabkan adanya dua periode pemotongan pajak yang harus diperlakukan secara terpisah sesuai dengan ketentuan PMK 168/2023.
Untuk masa kerja pertama, yaitu Januari hingga Juni, pegawai tersebut dianggap berhenti bekerja pada bulan Juni. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) PER-11/PJ/2025, pemotong PPh Pasal 21/26 harus memberikan Formulir BPA1 kepada penerima penghasilan paling lambat satu bulan setelah masa pajak terakhir berakhir, atau dalam konteks ini pegawai berhenti bekerja.
Dalam kasus ini, BPA1 harus memuat masa pajak Januari hingga Juni 2025. Adapun BPMP masa berjalan hanya diterbitkan sampai Mei 2025 karena Juni merupakan masa pajak terakhir sehingga tidak ada BPMP melainkan langsung diterbitkan BPA1.
Ketentuan berikutnya berlaku untuk masa kerja kedua, yaitu saat pegawai mulai bekerja kembali pada Oktober 2025. Baik pegawai kembali ke perusahaan yang sama maupun ke perusahaan yang berbeda, masa kerja Oktober hingga Desember dianggap sebagai masa kerja yang baru.
Pada periode ini, pemberi kerja menerbitkan BPMP untuk masa pajak Oktober dan November serta menerbitkan BPA1 baru pada Desember 2025 yang mencakup masa Oktober sampai dengan Desember 2025.
Terkait dengan penghitungan PPh terutangnya, Bu Irma dapat merujuk pada PMK 168/2023. Beleid ini memberikan ruang bagi pegawai untuk menyerahkan bukti pemotongan dari pemberi kerja sebelumnya agar pemotongan PPh oleh pemberi kerja yang baru mencerminkan penghasilan setahun yang sebenarnya.
Kewajiban menyerahkan pemberi kerja baru untuk memperhitungkannya diatur dalam Pasal 18 ayat (4) dan ayat (5) PMK 168/2023. Dengan kata lain, penggabungan bukti potong dapat dilakukan sepanjang pegawai menyerahkan BPA1 Januari hingga Juni kepada pemberi kerja yang baru.
Apabila pegawai memilih bukti potongnya digabung maka pegawai harus memberikan BPA1 lama kepada pemberi kerja baru. Selanjutnya, pemberi kerja baru akan menginput nomor BPA1 lama dan sistem Coretax akan memprepopulasikan secara otomatis penghasilan neto periode sebelumnya dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja yang lama.
Kemudian, total penghasilan setahun akan dihitung berdasarkan gabungan dua periode kerja. Pada SPT tahunan PPh orang pribadi, BPA lama dan BPA baru akan menjadi kredit pajak dan penghitungan PPh pada A1 baru telah memperhitungkan pemotongan sebelumnya.
Adanya skema penggabungan ini memberikan hasil perhitungan paling akurat karena tarif Pasal 17 bersifat progresif sehingga pemotongan harus dihitung berdasarkan total penghasilan selama setahun.
Dalam sistem Coretax DJP, penggabungan dilakukan pada saat pemberi kerja membuat BPA1 bulan Desember. Pemberi kerta perlu menjawab 'Ya' pada pilihan Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dalam tahun kalender. Kemudian, mengisi penghasilan bruto dan pengurang untuk masa Oktober—Desember.
Selanjutnya, pemberi kerja juga menentukan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berdasarkan status per 1 Januari lalu menginput nomor BPA1 Januari—Juni dengan cara klik Get Data. Sistem akan mengisi secara otomatis penghasilan neto dan PPh yang telah terpotong sebelumnya.
Sistem Coretax DJP akan menjumlahkan penghasilan neto setahun, kemudian menghitung PPh tahunan Pasal 17 dan menentukan PPh Pasal 21 yang telah dipotong sebelumnya dan PPh Pasal 21 yang kurang atau lebih bayar untuk masa Desember.
BPA1 Desember inilah yang menjadi bukti potong final untuk masa Oktober—Desember sekaligus penutup perhitungan tahun 2025 bagian tahun bekerja.
Di sisi lain, apabila pegawai tidak menyerahkan BPA1 lama, pemberi kerja baru tidak dapat melakukan penggabungan. Dengan kondisi ini, BPA1 masa Januari—Juni dan BPA1 Oktober—Desember berdiri sendiri sehingga penggabungan penghasilannya harus dilakukan oleh pegawai saat melaporkan SPT tahunan PPh orang pribadi.
Skema ini dapat menimbulkan risiko PPh kurang bayar karena tarif progresif PPh Pasal 17 dihitung dua kali dan PTKP dapat digunakan dua kali pada kedua bukti potong yang berdiri sendiri.
Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan. Semoga uraian ini membantu Ibu Irma dalam memastikan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai yang berpindah tempat kerja di tengah tahun dapat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. (sap)
