KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (1)

Pengertian dan Ruang Lingkup Ketetapan Pajak

Nora Galuh Candra Asmarani
Kamis, 29 Mei 2025 | 13.00 WIB
Pengertian dan Ruang Lingkup Ketetapan Pajak

PEMERIKSAAN pajak di antaranya dilakukan untuk memastikan pajak yang dikenakan atas setiap wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan undang-undang. Pemeriksaan pajak diperlukan, baik dalam konteks pemungutan pajak maupun prosedur administrasi pajak (Pistone, 2020).

Menurut Pistone, pada sebagian besar sistem pajak, wajib pajak dan pihak ketiga menghitung atau menilai sendiri kewajiban pajaknya, melaporkannya melalui surat pemberitahuan pajak (SPT), dan membayarkan pajak yang terutang.

Jika benar, masih menurut Pistone, rangkaian proses tersebut dengan sendirinya sudah cukup untuk memenuhi tujuan hukum materiil tanpa perlu pemeriksaan pajak. Hal ini lantaran sangat tidak realistis untuk otoritas pajak dapat memeriksa seluruh wajib pajak.

Sebaliknya, apabila wajib pajak tidak melaporkan atau membayarkan pajaknya secara benar maka otoritas pajak bisa melakukan tindakan pemeriksaan. Tindakan pemeriksaan pajak tersebut biasanya menghasilkan tax notice.

Tax notice adalah sarana fiskus, dalam rangka pemeriksaan, untuk mengoreksi ketetapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak atau pihak ketiga. Tax notice bisa berdampak pada adanya tambahan pajak yang harus dibayar dari hasil pemeriksaan dan menjadi dasar pemungutan pajak secara paksa setelah jangka waktu tertentu berlalu.

Selain kurang bayar, proses pemeriksaan tersebut bisa membuat wajib pajak berhak atas pengembalian pajak. Menurut Pistone, setidaknya ada 2 alasan yang menjadikan tax notice sangat penting dalam prosedur aadministrasi pajak secara keseluruhan.

Pertama, tax notice bisa membuat wajib pajak harus membayar pajak yang masih kurang dibayar dan menjadi dasar hak fiskus untuk memulai penagihan pajak secara paksa. Kedua, tax notice merupakan suatu tindakan yang dapat diajukan banding sehingga memulai tahap peradilan dalam prosedur pajak.

DI Indonesia, semenjak diberlakukannya sistem self assemsent, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri.

Adapun SPT menjadi sarana untuk melaporkan sekaligus mempertanggungjawabkan pajak yang sudah dihitung atau diperhitungkan dan dibayarkan atau disetorkan oleh wajib pajak. Karena sudah dipercayakan kepada wajib pajak, besarnya pajak terutang tidak tergantung pada adanya ketetapan pajak.

Berdasarkan penjelasan Pasal 12 ayat (1) UU KUP, Ditjen Pajak (DJP) tidak berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas semua SPT yang disampaikan wajib pajak. Namun, dalam keadaan tertentu, DJP dapat menerbitkan SKP yang bisa membuat adanya perbedaan hasil perhitungan pajak antara versi wajib pajak dan otoritas pajak.

Adapun penerbitan suatu SKP hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Artinya, wajib pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar serta melaporkannya dalam SPT, tidak perlu diberikan SKP.

Sebaliknya, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam SPT yang bersangkutan tidak benar maka dirjen pajak akan menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan melalui SKP. Misalnya, apabila pembebanan biaya ternyata melebihi keadaan yang sebenarnya.

Secara lebih terperinci, ketentuan SKP diatur dalam dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) serta Peraturan Menteri Keuangan No. 80 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (PMK 80/2023).

Merujuk kedua beleid tersebut, SKP adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat ketetapan pajak nihil (SKPN), atau surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB).

Hal ini berarti SKP yang dikeluarkan DJP ada bermacam-macam. Dalam hal ini, tidak semua SKP mengharuskan wajib pajak untuk menambah pajak yang harus dibayar. Ada pula kondisi di mana wajib pajak justru dinyatakan lebih bayar sehingga berhak mendapat restitusi pajak.

Nah, seri Kelas Pajak DDTCNews akan menguraikan pengertian serta alasan yang mendasari terbitnya beragam jenis SKP tersebut. Simak artikel selanjutnya, ya! (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.