SEOUL, DDTCNews - Otoritas pajak Korea Selatan (National Tax Service) bakal mengizinkan wajib pajak menentukan sendiri tanggal dimulainya pemeriksaan pajak mulai tahun depan.
Kepala otoritas pajak Lim Kwang-hyun mengatakan wajib pajak yang dibolehkan menentukan tanggal dimulainya pemeriksaan antara lain perusahaan dan pengusaha perorangan (pekerja bebas). Dengan skema ini, wajib pajak dapat menjalani pemeriksaan tanpa khawatir kegiatan usahanya terhambat.
"Otoritas akan menyampaikan pemberitahuan kepada wajib pajak mengenai rencana pemeriksaan pajak rutin 20 hari sebelum pemeriksaan dimulai," katanya, dikutip pada Jumat (12/12/2025).
Otoritas pajak Korea Selatan melaksanakan pemeriksaan rutin kepada wajib pajak tertentu setiap 4–5 tahun. Dalam ketentuan yang berlaku saat ini, tanggal pemeriksaan pajak akan ditetapkan oleh otoritas, kecuali ada keadaan khusus seperti bencana alam.
Durasi pemeriksaan rutin tersebut biasanya berkisar 45 hari atau paling lama 4 bulan.
Dengan sistem yang baru nanti, otoritas memberikan keleluasaan kepada wajib pajak untuk menentukan tanggal dimulainya pemeriksaan dalam jangka waktu 3 bulan. Kebijakan ini memungkinkan wajib pajak mengatur waktu pemeriksaan agar tidak berbarengan dengan periode rapat pemegang saham atau musim pelaporan keuangan yang sibuk.
Namun, wajib pajak yang menjalani pemeriksaan khusus karena kecurigaan penggelapan pajak, tidak akan memenuhi syarat untuk memilih tanggal dimulainya audit.
"Sistem pemilihan waktu pemeriksaan pajak rutin ini akan segera disampaikan kepada Presiden Lee Jae-myung," ujar Lim dilansir chosun.com.
Lim menambahkan otoritas pajak pada tahun depan berencana untuk menyelidiki secara intensif kasus-kasus pengalihan dana di mana pemegang saham utama perusahaan yang terdaftar di bursa saham mengalihkan aset atau keuntungan ke bisnis milik keluarga.
Dia juga mengungkapkan rencana membentuk tim manajemen tunggakan pajak nasional yang beranggotakan 2.000 orang untuk menyelidiki 1,33 juta penunggak pajak yang memiliki utang senilai total KRW110 triliun atau sekitar Rp1.300 triliun selama 3 tahun. (dik)
