PERDAGANGAN Internasional merupakan kegiatan dagang lintas batas negara yang kompleks dan melibatkan banyak negara. Setiap negara yang terlibat dalam perdagangan internasional tentunya memiliki kepentingan dan ketentuan hukum sendiri.
Benturan kepentingan antarnegara itu terkadang bisa menimbulkan tindakan yang diskriminatif. Adapun apabila tindakan diskriminatif terjadi, dalam kondisi tertentu, Undang-Undang (UU) Kepabeanan memungkinkan pengenaan bea masuk pembalasan. Lantas, apa itu Bea Masuk Pembalasan?
Definisi
BEA masuk pembalasan merupakan bea masuk tambahan yang dikenakan terhadap barang impor dari suatu negara yang memperlakukan barang ekspor dari Indonesia secara diskriminatif (Pasal 23 C UU Kepabeanan).
Perlakuan diskriminatif merupakan perlakuan secara tidak wajar oleh suatu negara misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan bea masuk atas barang ekspor Indonesia (Penjelasan Pasal 13 ayat 1 huruf c UU Kepabeanan).
Untuk membalas tindakan itu, pemerintah dapat mengenakan bea masuk yang berbeda dari ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU Kepabeanan terhadap barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif (Pasal 13 ayat (1) c UU Kepabeanan)
Konsep pembalasan ini ditekankan pada adanya perlakuan di luar kewajaran atau bersifat diskriminatif atas hasil ekspor suatu negara ke negara lain. Instrumen yang diterapkan biasanya membedakan tarif, pemberlakuan kuota, atau embargo (Purwito dan Indriani, 2015).
Kendati demikian, pemerintah tidak dapat mengenakan bea masuk pembalasan secara sembarangan. Pasalnya, setiap anggota World Trade Organisation (WTO) wajib menyerahkan sengketanya diatur dalam perjanjian WTO ke dalam sistem penyelesaian sengketa WTO (Harnowo, 2008).
Pasalnya, salah satu peran WTO memang menjadi media konsultasi dan mengadili sengketa antarnegara anggota. Sebagai forum penyelesaian sengketa, WTO mengacu pada Dispute Settlement Understanding (DSU) yang diakomodasi oleh Dispute Settlement Body (DSB).
DSB ini menjadi badan yang memiliki otoritas membentuk panel yang terdiri atas para ahli yang bertugas menelaah sengketa dagang. Adapun tahap akhir dari proses penyelesaian sengketa adalah pelaksanaan putusan dan rekomendasi.
Namun, ada kalanya suatu negara yang memiliki kewajiban mematuhi putusan WTO tidak menaatinya. Menurut ketentuan DSU, jika penyesuaian pemenuhan putusan tidak dapat dilakukan segera, anggota yang bersangkutan diberi a reasonable period of time untuk melakukannya.
Apabila setelah a reasonable period of time tersebut suatu negara tidak juga melaksanakan putusan WTO, berdasarkan ketentuan DSU pihak penggugat dapat melakukan tindakan retaliasi atau pembalasan terhadap pihak tergugat (Fairuz, et al:2021)
Penerapan retaliasi biasanya diterapkan dalam bentuk peningkatan drastis bea masuk atas produk-produk tertentu yang menjadi kepentingan ekspor dari negara pelanggar (Harnowo, 2008)
Simpulan
INTINYA bea masuk pembalasan adalah bea masuk tambahan yang dikenakan terhadap barang impor dari suatu negara yang memperlakukan barang ekspor dari Indonesia secara diskriminatif. Misalnya memberlakukan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan bea masuk yang tidak wajar atas barang ekspor Indonesia. (Bsi)