KAMUS PAJAK

Apa Itu Common Reporting Standard (CRS)?

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 27 Oktober 2025 | 20.30 WIB
Apa Itu Common Reporting Standard (CRS)?

DUNIA yang semakin mengglobal membuat aktivitas bisnis dan investasi tidak lagi terbendung oleh faktor teritorial. Namun, transaksi keuangan global memunculkan isu terkait dengan upaya penghindaran dan penggelapan pajak.

Isu itu muncul salah satunya akibat tidak adanya informasi yang lengkap dan akurat perihal transaksi keuangan yang dilakukan wajib pajak di luar negaranya. Di sisi lain, untuk memperoleh informasi itu, otoritas pajak bisa terbentur dengan aturan kerahasian bank yang berlaku di negara lain.

Kondisi tersebut membuat anggota G20 bersama dengan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) melakukan upaya global untuk melakukan pertukaran informasi antarnegara secara otomatis atau disebut Automatic Exchange of Information (AEoI).

Terdapat beberapa jenis AEoI salah satunya AEOI atas informasi keuangan (AEoI Common Reporting Standard/CRS). AEoI CRS adalah pertukaran informasi yang dilakukan pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan atas informasi keuangan yang disusun berdasarkan CRS. Lantas, apa itu CRS?

Melansir dari laman resmi DJP, CRS adalah standar internasional yang mewajibkan yurisdiksi untuk memperoleh informasi dari lembaga keuangan mereka dan mempertukarkan informasi tersebut secara otomatis dengan yurisdiksi lain secara periodik setiap tahun.

CRS menetapkan informasi rekening keuangan yang akan dipertukarkan, lembaga keuangan yang diwajibkan untuk menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan, cakupan jenis-jenis rekening keuangan dan wajib pajak, serta prosedur identifikasi rekening keuangan (due diligence procedures) yang wajib dilaksanakan oleh lembaga keuangan.

Hubungan pertukaran informasi berdasarkan CRS antara Indonesia dan yurisdiksi mitra umumnya dilandasi oleh Multilateral Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters/MAAC dan CRS Multilateral Competent Authority Agreement (CRS MCAA).

Selain CRS MCAA, Indonesia juga membangun hubungan pertukaran informasi berdasarkan perjanjian bilateral, seperti Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA). Perincian ketentuan mengenai CRS tercantum dalam PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 47/2024.

Berdasarkan PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 47/2024, direktur jenderal pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari: Lembaga Jasa Keuangan (LJK); LJK lainnya; dan entitas lain. Akses informasi keuangan tersebut meliputi:

  1. penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis; dan
  2. pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan

Nah, laporan yang berisi yang berisi informasi keuangan secara otomatis tersebut harus disusun sesuai dengan CRS. Untuk itu, laporan tersebut kerap disebut juga sebagai laporan CRS. Seperti yang telah disebutkan, subjek yang diwajibkan untuk menyampaikan laporan CRS adalah lembaga keuangan pelapor.

Lembaga keuangan pelapor diwajibkan untuk menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Laporan tersebut diwajibkan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan yang dikelola oleh lembaga keuangan pelapor bersangkutan selama satu tahun kalender.

Lembaga keuangan pelapor tersebut meliputi: (i) LJK; (ii) LJK lainnya; dan (iii) entitas lain, yang melaksanakan kegiatan usaha sebagai lembaga simpanan, lembaga kustodian, perusahaan asuransi tertentu, dan/atau entitas investasi.

Namun, tidak semua lembaga keuangan diwajibkan untuk menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis dalam kerangka CRS. Ada sejumlah lembaga keuangan yang dikecualikan dari kewajiban tersebut yang disebut sebagai lembaga keuangan nonpelapor.

Merujuk lampiran I huruf A PMK 19/2018, lembaga keuangan nonpelapor merupakan setiap LJK, LJK Lainnya, atau entitas lain yang merupakan:

  1. entitas pemerintah, organisasi internasional, atau bank sentral (kecuali pihak yang dimaksud menerima pembayaran yang berasal dari aktivitas keuangan komersial sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga kustodian, lembaga simpanan, atau perusahaan asuransi tertentu;
  2. dana pensiun partisipasi luas;
  3. dana pensiun partisipasi terbatas;
  4. dana pensiun dari entitas pemerintah;
  5. dana pensiun dari organisasi internasional;
  6. dana pensiun dari bank sentral;
  7. penerbit karu kredit berkualifikasi tertentu;
  8. kontrak investasi kolektif yang dikecualikan;
  9. trust (sepanjang trustee dari trust tersebut merupakan lembaga keuangan pelapor dan melaporkan semua informasi keuangan yang wajib dilaporkan untuk semua rekening yang wajib dilaporkan pada trust tersebut);
  10. entitas lain yang berisiko rendah untuk digunakan dalam penghindaran pajak serta didefinisikan dalam ketentuan hukum domestik sebagai Lembaga Keuangan Nonpelapor, sepanjang status sebagai lembaga keuangan nonpelapor tersebut tidak bertentangan dengan tujuan CRS.

Dalam praktiknya, baik lembaga keuangan pelapor maupun lembaga keuangan nonpelapor wajib mendaftarkan diri kepada DJP. Pendaftaran diri tersebut dilakukan maksimal akhir bulan Februari tahun kalender berikutnya setelah kriteria terpenuhi.

Selain itu, lembaga keuangan pelapor wajib melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan (due diligence) dalam rangka penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan sesuai dengan CRS. Ketentuan lebih lanjut terkait dengan laporan CRS dapat disimak dalam PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 47/2024. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.