KAMUS BEA METERAI

Apa Itu Nazegelen?

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 17 September 2025 | 20.00 WIB
Apa Itu Nazegelen?

DOKUMEN yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan harus memenuhi sejumlah syarat salah satunya telah di-nazegelen. Selain itu, nazegelen juga dipersyaratkan atas surat kuasa yang dibuat di luar negeri. Lantas, apa itu nazegelen?

Istilah nazegelen di antaranya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai (Undang-Undang bea meterai terdahulu). Selain itu, istilah nazegelen juga muncul dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.7/2012.

Merujuk pada kedua beleid tersebut, nazegelen atau disebut juga nazegel atau nazegeling pada dasarnya merupakan istilah lain untuk menyebut pemeteraian kemudian. Ketentuan mengenai pemeteraian kemudian tercantum dalam Undang Undang No. 10/2020 tentang Bea Meterai dan PMK 78/2024.

Berdasarkan Undang-Undang Bea Meterai dan PMK 78/2024, pemeteraian kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

Merujuk Pasal 51 ayat (1) PMK 78/2024, ada 2 pejabat yang ditetapkan menteri keuangan untuk mengesahkan pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian. Pertama, pejabat PT Pos Indonesia (Persero) yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.

Adapun pejabat pos melakukan pengesahan atas pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian yang dilakukan dengan menggunakan meterai tempel. Pengesahan dilakukan dengan membubuhkan cap pemeteraian kemudian pada dokumen atau daftar dokumen yang bea meterainya telah dibayar melalui pemeteraian kemudian.

Kedua, pejabat DJP yang menduduki jabatan pengawas dan diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian. Pejabat DJP melakukan pengesahan atas pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian yang dilakukan dengan menggunakan meterai tempel, meterai elektronik, dan/atau surat setoran pajak (SSP).

Sama seperti pejabat pos, pejabat DJP melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap pemeteraian kemudian pada dokumen atau daftar dokumen yang bea meterainya telah dibayar melalui pemeteraian kemudian.

Ada 2 jenis dokumen yang perlu dilakukan pemeteraian kemudian. Pertama, dokumen yang termasuk objek bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang dibayar. Kedua, dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Adapun dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di pengadilan, yaitu:

  1. dokumen yang terutang bea meterai tetapi belum lunas, termasuk yang kedaluwarsa; dan
  2. dokumen yang sebelumnya tidak dikenai bea meterai karena bukan objek bea meterai.

Dokumen tersebut terlebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian pada saat akan dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan. Namun, dokumen yang merupakan objek bea meterai dan meterainya telah dibayar sesuai dengan ketentuan tidak wajib lagi dilakukan pemeteraian kemudian.

Ringkasnya, pemeteraian kemudian merupakan cara pembayaran meterai dalam kondisi tertentu. Biasanya, meterai dibayarkan di awal, seperti pada saat dokumen dibubuhi tanda tangan, saat dokumen selesai dibuat, atau saat dokumen diserahkan pada yang berkepentingan.

Namun, dalam kondisi tertentu, pembayaran bea meterai dibayarkan “belakangan”. Misal, dokumen tersebut awalnya tidak dikenakan bea meterai, tetapi karena akan dijadikan bukti di pengadilan maka perlu diberi meterai lalu dinyatakan lunas oleh pejabat atau dinazegelen/pemeteraian kemudian.

Pemeteraian dilakukan dengan cara membubuhkan meterai ke dokumen yang hendak dijadikan alat bukti di pengadilan. Kemudian dokumen tersebut diberikan cap atau stempel oleh pejabat berwenang. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.