Buku berjudul Mandatory Disclosure Rules yang diterbitkan International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD).
INTERNATIONAL Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) menerbitkan buku berjudul Mandatory Disclosure Rules. Buku ke-26 dari European dan International Tax Law and Policy Series ini mengulas penerapan Mandatory Disclosure Rules (MDR) di 25 negara, termasuk Indonesia.
Adapun ulasan mengenai penerapan MDR di Indonesia ditulis oleh profesional DDTC, yakni Senior Advisor of DDTC Consulting Romi Irawan. Buku ini merupakan hasil dari pertukaran gagasan ilmiah dari para national reporter dalam Rust Conference pada 1—3 Juli 2021.
Para penulis, termasuk Romi, merupakan national reporter dalam acara yang digelar Institute for Austrian and International Tax Law dan Vienna University of Economics and Business tersebut. Konferensi tersebut dihadiri sebanyak 120 orang peserta dari 38 negara.
Dalam ulasannya, national reporter menjelaskan konsep dan ketentuan MDR di tiap negara. Selain itu, ada pula ulasan terkait dengan tujuan MDR, seperti pemberian deterrent effect, risk assessment untuk penentu level kepatuhan, serta pemeriksaan pajak.
Masing-masing national reporter juga membahas beberapa aspek seperti jangka waktu pelaporan, denda atau penalti, hubungan MDR dengan secrecy rules/legal privilege, pihak yang harus melapor dan komponen yang dilaporkan, serta isu lain yang berkaitan.
Seperti diketahui, laporan Aksi ke-12 BEPS pada 2015 memberi rekomendasi rancangan aturan yang mengharuskan wajib pajak dan advisor untuk mengungkapkan perencanaan pajak yang agresif (aggressive tax planning arrangements) kepada otoritas pajak.
Laporan tersebut menetapkan rekomendasi kerangka kerja standar agar digunakan oleh negara-negara yang ingin menetapkan atau mengubah MDR untuk mendapat informasi awal tentang skema aggressive tax planning dan penggunanya.
Di Uni Eropa, Council Directive (EU) 2018/822 pada 25 Mei 2018 mengubah Directive 2011/16/EU mengenai pertukaran informasi otomatis di bidang perpajakan yang wajib (mandatory AEoI) yang berhubungan dengan pengaturan lintas yurisdiksi. Arahan ini dikenal dengan DAC 6.
Dalam ulasannya, Romi menyatakan Indonesia telah memiliki landasan kebijakan perpajakan yang dapat mengakomodasi penerapan MDR pada kemudian hari. Landasan itu ada pada Pasal 3, Pasal 35, Pasal 35A, dan Pasal 48 Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Terlebih, sebagai negara yang aktif dalam proyek-proyek BEPS, Indonesia cenderung tidak menemui kesulitan dari sisi politis untuk menerapkan MDR. Dengan kata lain, penerapan MDR di Indonesia hanya akan menunggu momentum yang tepat.
Dalam ulasannya, Romi juga menyoroti tentang penggunaan data MDR yang idealnya untuk mendeteksi perilaku wajib pajak. Dengan demikian, data MDR dapat menjadi instrumen untuk mengamendemen aturan-aturan penyebab loophole perpajakan.
Pengelolaan data seharusnya juga untuk memperbaiki pola hubungan pemerintah dengan wajib pajak. Pada akhirnya, kebijakan MDR diharapkan dapat lebih bersifat kolaboratif daripada enforcement.
Di sisi lain, MDR juga bisa dikaitkan dengan rencana implementasi general anti-avoidance rule (GAAR) di Indonesia. Data dari MDR bisa dijadikan asesmen awal mengenai ada atau tidaknya substansi bisnis dalam perencanaan pajak yang dilaporkan.
Pemerintah Indonesia dapat terlebih dahulu memanfaatkan pilot project untuk skema cooperative compliance. Program tersebut juga dapat menjadi instrumen analisis biaya dan manfaat untuk mempertimbangkan aspek-aspek terkait dengan MDR yang akan diterapkan pada kemudian hari.
Selain untuk memberikan kepastian hukum, definisi yang jelas akan mencegah adanya overreporting yang dapat menjadi beban bagi wajib pajak. Selain itu, perlu penjelasan detail terkait dengan skema implementasi MDR yang dapat diatur pada aturan setingkat peraturan menteri keuangan (PMK).
Pasalnya, penerapan kebijakan MDR perlu dievaluasi dari waktu ke waktu. Skema sanksi yang berat tidak seharusnya dikenakan pada tahap awal implementasi. Hal tersebut berfungsi untuk mencegah resistensi dari wajib pajak.
Buku ini diterbitkan untuk memberikan gambaran umum kepada otoritas pajak, pembuat kebijakan, pengadilan, serta praktisi terkait dengan perbandingan hukum yang sistematis atas rezim MDR dalam negeri atau aturan sebanding yang didasarkan pada Aksi ke-12 BEPS/DAC6 atau sebelumnya.
Editor buku yang diterbitkan pada Juni 2023 ini merupakan para pakar pajak internasional. Mereka adalah Georg Kofler, Michael Lang, Jeffrey Owens, Pasquale Pistone, Alexander Rust, Josef Schuch, Karoline Spies, Claus Staringer, Rita Szudoczky, Stefanie Gombotz, dan Ashrita Prasad Kotha. Adapun Michael Lang bertindak sebagai series editor.
Sebelum buku tersebut, beberapa profesional DDTC lainnya juga berkontribusi dalam buku pajak internasional. Salah satunya adalah Founder DDTC Darussalam dalam buku A Global Analysis of Tax Treaty Disputes.
Beberapa buku pajak internasional lainnya yang juga memuat kontribusi ulasan dari profesional DDTC adalah Transfer Pricing Law Review, The Tax Disputes and Litigation Review, Implementing Key BEPS Actions: Where Do We Stand?, Controlled Foreign Company Legislation, The Implementation and Lasting Effects of the Multilateral Instrument, dan Justice, Equality and Tax Law. (kaw)