Wahyu Utomo, Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menyebut konsolidasi tetap harus berjalan berbarengan dengan langkah reformasi fiskal.
Wahyu Utomo, Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu mengatakan APBN 2023 menjadi tahun pertama defisit kembali ke level paling tinggi 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan reformasi, lanjutnya, upaya konsolidasi fiskal tersebut tidak mematikan kemampuan APBN untuk menjalankan peran sebagai countercyclical.
"Strateginya adalah konsolidasi yang disertai dengan reform, jadi bukan konsolidasi tanpa reform karena ini tentu akhirnya hanya mengurangi resiko tapi kemampuan untuk countercyclical jadi terbatas," katanya dalam FGD KEM-PPKF 2023 yang diadakan Pusat Kajian Anggaran DPR, dikutip pada Rabu (18/5/2022).
Wahyu Utomo mengatakan langkah reformasi fiskal dilakukan dari sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan secara bersamaan. Dari sisi pendapatan negara, pemerintah di antaranya melakukan langkah reformasi di bidang perpajakan melalui penerbitan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Melalui UU HPP, pemerintah akan mendorong sistem pajak di Indonesia lebih adil dan lebih sehat. Kemudian, penerimaan pajak juga akan diupayakan agar tidak lagi berbasis pada aktivitas sumber daya alam, tapi pada aktivitas ekonomi.
"Kita tahu aktivitas ekonomi sudah tidak lagi berbasis pada aktivitas konvensional, tapi sudah bergeser pada aktivitas digital. Di situlah yang kita angkat," ujarnya.
Kemudian dari sisi belanja, Wahyu Utomo menyebut pemerintah akan melakukan penguatan belanja yang berkualitas atau spending better. Dalam hal ini, pemerintah akan menerapkan zero based budgeting dengan melakukan efisiensi belanja kebutuhan dasar, fokus hanya pada program prioritas, berorientasi pada hasil, serta memastikannya berdaya tahan.
Adapun dari sisi pembiayaan, pemerintah akan menjadikan utang sebagai instrumen untuk countercyclical yang dikelola secara hati-hati dan berkelanjutan. Selain itu, ada upaya mendorong efektivitas pembiayaan investasi antara lain melalui pemberian suntikan modal kepada BUMN secara selektif.
Melalui KEM-PPKF 2023, pemerintah merencanakan pendapatan negara pada tahun depan akan semakin meningkat ke kisaran 11,19%-11,7% terhadap PDB. Sementara itu, belanja negara akan mencapai kisaran 13,8%-14,6% terhadap PDB.
Mengenai defisit, angkanya diproyeksi akan semakin mengecil ke level 2,61%-2,9% terhadap PDB. Defisit tersebut akan kembali ke level paling tinggi 3%, sesuai dengan perintah UU 2/2020.
Defisit APBN sempat melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020 karena pandemi Covid-19 dan berangsur turun menjadi 4,65% PDB pada 2021. Memasuki 2022, pemerintah awalnya merencanakan defisit APBN senilai Rp868,0 triliun atau 4,85% terhadap PDB.
Kemudian, berdasarkan kesepakatan dengan Banggar DPR, defisit APBN 2022 kini ditargetkan senilai Rp840,2 triliun atau 4,5% PDB. (sap)