Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (tangkapan layar BNPB Indonesia)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi pemanfaatan insentif pajak di tengah pandemi Covid-19 hingga 25 November senilai Rp46,4 triliun.
Sri Mulyani mengatakan realisasi tersebut setara 38,5% dari pagu Rp120,6 triliun atau 63,3% jika bantalan shortfall pajak yang senilai Rp47,28 triliun tidak dihitung. Menurutnya, insentif pajak tersebut telah membantu ratusan ribu wajib pajak menghadapi masa sulit akibat pandemi.
"Untuk insentif usaha yang mencapai Rp120 triliun, kami sudah melihat ribuan atau ratusan ribu perusahaan yang menikmati insentif usaha ini," katanya melalui konferensi pers secara virtual di BNPB, Senin (30/11/2020).
Sri Mulyani memerinci realisasi pajak penghasilan (PPh) ditanggung pemerintah (DTP) senilai Rp2,99 triliun atau 31% dari pagu Rp9,7 triliun. Insentif tersebut diajukan sekitar 131.000 wajib pajak perusahaan untuk para pegawainya.
Pada insentif pembebasan PPh Pasal 22 impor, realisasinya Rp11,05 triliun atau 83% dari pagu Rp13,39 triliun. Realisasi tersebut dimanfaatkan oleh 14.600 wajib pajak badan.
Pada insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%, terealisasi Rp17,18 triliun atau 80% dari pagu Rp21,59 triliun. Perusahaan yang memanfaatkan insentif tersebut tercatat mencapai 66.300 wajib pajak.
Sementara pada insentif restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat, realisasinya Rp4,32 triliun atau 57% dari pagu Rp7,55 triliun. Insentif ini dimanfaatkan oleh 2.200 wajib pajak.
Adapun pada insentif penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%, realisasinya tercatat Rp10,87 triliun atau 58% dari pagu Rp18,78 triliun.
Menurut Sri Mulyani, berbagai insentif pajak tersebut akan menolong pelaku usaha menghadapi tekanan pandemi yang telah menyebabkan kegiatan produksi dan penjualannya menurun.
"Dengan adanya dukungan insentif ini, wajib pajak bisa diringankan. Mereka mendapat bantuan ini dan merasakan dampak dari sisi bagaimana mereka harus menghadapi jumlah karyawan yang harus dikurangi jam kerjanya atau dari sisi upah yang harus dibayarkan," ujarnya. (kaw)