BERITA PAJAK HARI INI

Jika Ada Indikasi Pelanggaran oleh Fiskus, DJP Minta Semua Pihak Lapor

Redaksi DDTCNews | Senin, 25 September 2023 | 09:13 WIB
Jika Ada Indikasi Pelanggaran oleh Fiskus, DJP Minta Semua Pihak Lapor

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Semua pihak, baik wajib pajak maupun sesama pegawai Ditjen Pajak (DJP), dapat melaporkan indikasi pelanggaran oleh fiskus lewat whistleblowing system (WBS) dan Wise Kemenkeu. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (25/9/2023).

Kepala Seksi Internalisasi Kepatuhan Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (KITSDA) DJP Nenden Reni Tresnawati mengatakan pelaporan dapat mencakup pelanggaran yang bersifat fraud ataupun lainnya.

“Pelanggaran ini adalah perbuatan pegawai yang melanggar peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana umum dan khusus, termasuk namun tidak terbatas peraturan di bidang perpajakan, pidana korupsi, serta kepegawaian," ujar Nenden.

Baca Juga:
Menkeu Ubah Aturan Pemberian Premi Kepabeanan-Cukai, Begini Detailnya

Bila terdapat pelanggaran, semua pihak dapat menyampaikan aduan melalui telepon (021) 52970777, laman wise.kemenkeu.go.id, ataupun email [email protected]. Aduan juga dapat disampaikan secara tertulis ke Direktorat KITSDA atau secara langsung ke Lantai 20 Gedung Mar'ie Muhammad DJP.

Selain mengenai pelaporan indikasi pelanggaran oleh fiskus, ada pula ulasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak. Kemudian, ada pula ulasan mengenai pengenaan PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Contoh-Contoh Pelanggaran oleh Pegawai DJP yang Bisa Dilaporkan

Adapun contoh pelanggaran yang dapat dilaporkan mulai dari penyalahgunaan wewenang, penerimaan uang, pemerasan, penyimpangan dalam perjalan dinas serta pengadaan barang dan jasa, hingga kesewenang-wenangan oleh pimpinan.

Baca Juga:
Presiden Filipina Minta RUU soal Insentif Pajak Segera Disahkan

Setiap pihak juga dapat melaporkan perbuatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan merusak citra instansi, pelanggaran kehadiran kerja, KDRT, hingga keterlibatan pegawai negeri sipil (PNS) dalam kegiatan politik.

"Ini yang harus hati-hati terutama di tahun politik. Banyak kondisi yang membuat ASN dilaporkan karena dugaan terlibat dalam kegiatan politik," ujar Nenden. (DDTCNews)

Sanksi-Sanksi yang Bisa Diberikan untuk Pegawai DJP

Dalam hal terbukti adanya pelanggaran, DJP akan menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran. Kemudian, sanksi sedang berupa penundaan kenaikan gaji, penundaan kenaikan pangkat, dan penurunan pangkat.

Baca Juga:
DJP: Pengembalian Pembayaran Pajak Hingga Maret 2024 Rp83,51 triliun

Selanjutnya, ada sanksi berat berupa penurunan jabatan, pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Pegawai juga bisa dijatuhi sanksi kode etik dan kode perilaku (KEKP) berupa berita acara dialog penguatan KEKP, sanksi moral tertutup, dan sanksi moral terbuka. (DDTCNews)

Gratifikasi

Direktorat KITSDA DJP menegaskan gratifikasi dalam bentuk apa saja dari wajib pajak tidak boleh dirasionalisasi. Kepala Seksi Internalisasi Kepatuhan Direktorat KITSDA DJP Nenden Reni Tresnawati mengatakan gratifikasi merupakan pemberian dalam bentuk uang ataupun selain uang, seperti barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, dan fasilitas-fasilitas lainnya.

"Pada prinsipnya, ketika seorang pegawai menjadi ASN, gratifikasi dalam bentuk apa pun itu tidak diperbolehkan untuk diterima," katanya.

Baca Juga:
Periode Lapor SPT Selesai, KPP Bisa Memulai Penelitian Komprehensif

Menurut Reni, gratifikasi terkadang masih dirasionalisasi karena dianggap memiliki nilai yang kecil, diberikan dengan ikhlas, atau dianggap hanyalah bentuk tanda terima kasih dari wajib pajak. Gratifikasi juga terkadang dirasionalisasi karena dianggap tidak merugikan negara. (DDTCNews)

Perlambatan Penerimaan Pajak Sektor Usaha Utama

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pajak yang disetorkan oleh sektor-sektor usaha utama mulai mengalami tren perlambatan. Perlambatan itu terjadi antara lain pada sektor industri pengolahan dan perdagangan. Meski masih tumbuh, setoran pajak dari kedua sektor ini utamanya ditopang oleh kinerja pada kuartal I/2023.

"Kalau kita lihat triwulan II/2023, sudah mulai menunjukkan tanda-tanda adanya pembalikan atau perlemahan. Ini yang harus kita waspadai," katanya. Simak ‘Sri Mulyani Waspadai Perlambatan Setoran Pajak dari Sektor Usaha Utama’. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
Apa Itu Wilayah Pengembangan Industri dalam Konteks Perpajakan?

PPN Produk Digital dalam PMSE

Kementerian Keuangan menyatakan ada sejumlah manfaat dari implementasi PPN produk digital dalam PMSE selama 3 tahun terakhir. Tidak semata-mata untuk perluasan pemajakan, PPN produk digital tersebut dapat menciptakan kesetaraan perlakuan di antara para pelaku PMSE.

“PPN PMSE adalah suatu bentuk pengayoman perniagaan dalam negeri, baik konvensional maupun digital yang di dalamnya terdapat objek PPN,” bunyi laporan APBN Kita edisi September 2023. (DDTCNews)

Uji Materi Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP

Mahkamah Konstitusi bakal melanjutkan persidangan uji materiil atas Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Merujuk pada jadwal yang tersedia laman resmi Mahkamah Konstitusi (MK), persidangan bakal digelar pada Selasa, 3 Oktober 2023 dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan presiden.

Baca Juga:
Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

"Sambil menunggu pemberitahuan dan panggilan sidang untuk pemeriksaan persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan presiden, MK mempersilakan Presiden RI mempersiapkan keterangan perihal permohonan sebagaimana dimaksud," tulis MK. (DDTCNews)

Posisi Utang Pemerintah

Posisi utang pemerintah hingga Agustus 2023 mencapai Rp7.870,35 triliun. Laporan APBN Kita edisi September 2023 menyatakan rasio utang pemerintah tersebut sebesar 37,84% terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio utang ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 37,78%.

"Rasio ini juga masih sejalan dengan yang telah ditetapkan melalui strategi pengelolaan utang jangka menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40%," bunyi laporan APBN Kita edisi September 2023.

Pemerintah menyatakan senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo. Dalam hal ini, komposisi utang pemerintah didominasi oleh utang domestik yaitu 72,29%. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 02 Mei 2024 | 10:00 WIB APARATUR SIPIL NEGARA

Pendaftaran CASN Akan Dibuka, K/L Diminta Lengkapi Perincian Formasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP: Pengembalian Pembayaran Pajak Hingga Maret 2024 Rp83,51 triliun

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:45 WIB DDTC - SMA 8 YOGYAKARTA

Peringati Hardiknas, SMAN 8 Yogyakarta Gelar Webinar Gratis!

Rabu, 01 Mei 2024 | 13:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (4)

Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

Rabu, 01 Mei 2024 | 12:00 WIB KOTA BANJARBARU

Pemkot Patok Tarif 40% Pajak Jasa Hiburan Karaoke dan Spa

Rabu, 01 Mei 2024 | 11:30 WIB PAJAK PENGHASILAN

Begini Cara Hitung Angsuran PPh Pasal 25 BUMN dan BUMD