Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Seperti diberitakan DDTCNews sebelumnya, per 1 April 2020, NPWP bendahara pemerintah dihapus. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.231/PMK.03/2019, NPWP bendahara pemerintah akan diganti dengan NPWP instansi pemerintah.
Terkait dengan ketentuan tersebut, Ditjen Pajak (DJP) akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi berjudul ‘1 April 2020, NPWP Bendahara Diganti NPWP Instansi Pemerintah’ yang dimuat di laman resmi DJP.
Dalam pernyataan resmi tersebut, DJP mengatakan NPWP instansi pemerintah digunakan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, pejabat penandatangan surat perintah membayar, bendahara pengeluaran, bendahara penerimaan, kepala urusan keuangan pemerintah desa.
“[Digunakan] dalam pelaksanaan hak dan kewajiban instansi pemerintah sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak,” kata DJP dalam keterangan resminya, Senin (3/2/2020).
Bagi instansi pemerintah yang melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), yang tunduk pada ketentuan tentang pajak pertambahan nilai dan/atau pajak penjualan atas barang mewah. Simak pula artikel ‘Beleid Baru Soal Pemungutan PPN oleh Instansi Pemerintah, Cek di Sini’.
Oleh karena itu, Dirjen Pajak secara jabatan menghapus NPWP bendahara pemerintah dan mencabut pengukuhan PKP atas bendahara penerimaan. Dirjen Pajak juga akan menerbitkan NPWP baru untuk seluruh instansi pemerintah serta mengukuhkan PKP bagi instansi pemerintah yang bendahara penerimaannya sebelumnya telah dikukuhkan PKP.
Setelah menerima NPWP baru, seluruh instansi pemerintah melakukan penyampaian perubahan data ke KPP tempat instansi terdaftar. Bagi instansi yang telah dikukuhkan sebagai PKP harus mengajukan permohonan sertifikat elektronik dan aktivasi akun PKP.
“DJP berharap melalui perubahan kebijakan ini administrasi perpajakan bagi instansi pemerintah dapat berjalan secara lebih mudah, sederhana, dan tertib diikuti dengan tingkat kepatuhan yang lebih baik,” imbuh DJP.
Selain itu, dalam beleid yang baru, terdapat beberapa pokok pengaturan lain, di antaranya yaitu adanya objek-objek yang dikecualikan dari pemotongan dan/atau pemungutan pajak oleh instansi pemerintah.
Hal tersebut seperti batasan paling sedikit transaksi yang tidak dipungut PPh Pasal 22 dan PPN oleh instansi pemerintah dari semula Rp 1 juta menjadi Rp2 juta dan belanja instansi pemerintah pusat yang dibayar dengan menggunakan kartu kredit pemerintah.
Perubahan ini, sambung DJP, menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada pelaku UMKM sebagai rekanan bendahara pemerintah serta mendorong transaksi cashless yang sekaligus meningkatkan akuntabilitas belanja pemerintah.
Pengaturan selengkapnya termasuk pedoman teknis, tata cara pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas belanja dan pendapatan pemerintah, tata cara penyetoran dan pelaporan pajak, serta ketentuan peralihan dapat dilihat pada PMK No.231/PMK.03/2019. (kaw)