Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan jumlah dan kualitas data yang diterima pada saat ini berbeda dengan masa penyelenggaraan tax amnesty.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama Denty Tresna M mengatakan saat penyelenggaraan tax amnesty pada 2016—2017, DJP belum mempunyai banyak data seperti sekarang. Selain itu, proses pengolahan data pada saat ini juga sudah lebih baik.
“Banyak data yang sudah masuk ke Direktorat Jenderal Pajak dan itu [data] sudah valid,” ujar Denty dalam Tax Live, seperti dikutip pada Selasa (21/6/2022).
Denty mengatakan banyak sumber data dan informasi pada saat ini. Data berasal dari automatic exchange of information (AEOI) serta instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP). Perbankan juga memberikan data dan informasi keuangan kepada DJP.
Denty bercerita ada wajib pajak yang pernah mendapatkan email imbauan untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) disertai dengan data harta. Wajib pajak itu, sambungnya, mengaku kaget karena data perbankan yang disampaikan DJP melalui email tersebut benar dan sama persis.
Pengalaman wajib pajak tersebut mengonfirmasi banyak data valid yang dimiliki DJP. Denty mengatakan sudah banyak email imbauan yang dikirimkan kepada wajib pajak. Bagi wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban pajaknya, bisa langsung mengikuti PPS.
Terdapat 2 skema kebijakan pada PPS yang berlangsung hingga 30 Juni 2022. Kebijakan I diperuntukkan bagi wajib pajak badan dan orang pribadi peserta pengampunan pajak (tax amnesty) yang tidak atau belum sepenuhnya melaporkan hartanya.
Sementara kebijakan II PPS ditujukan untuk wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta yang diperolehnya pada 2016 sampai dengan 2020 dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2020.
Denty mengatakan jika data harta dalam email imbauan yang disampaikan DJP berbeda dengan data sebenarnya, wajib pajak dapat melakukan klarifikasi ke masing-masing account representative (AR). Wajib pajak juga dapat menghubungi kantor pelayanan pajak (KPP). (kaw)