Ilustrasi
JAKARTA, DDTCNews—Defisit neraca perdagangan Indonesia tahun 2018 yang menyelam hingga US$8,57 miliar adalah yang terdalam sepanjang sejarah. Penyebabnya, impor yang melompat 20,15% hingga US$188 miliar hanya diimbangi dengan ekspor yang tumbuh 6,65% senilai US$162 miliar.
Naiknya harga minyak yang memberikan windfall dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) secara bersamaan juga mengerek nilai impornya hingga defisit neraca perdagangan migas melonjak 45% jadi US$12,4 miliar. Akan halnya ekspor migas, surplusnya anjlok 81,4% tinggal US$3,8 miliar.
Siapa yang tidak gemas melihat performa yang menjengkelkan itu. Neraca perdagangan tahun sebelumnya toh masih surplus US$11,84 miliar. Angka itu juga melanjutkan tren positif, karena pada 2016 juga masih mencatat surplus US$8,78 miliar dari capaian 2015 yang juga surplus US$7,67 miliar.
Di sisi lain, pemerintah juga sudah telah menerbitkan sejumlah kebijakan baru yang memperbaiki kinerja ekspor. Mulai dari kemudahan perizinan sampai insentif fiskal. Tapi lihat di sebelah sana, Vietnam tahun 2018 mencatat laju ekspor 13,8% menjadi US$245 miliar dengan surplus US$6,8 miliar.
Sementara Thailand, ekspornya pada periode yang sama melaju 6,7% menjadi US$252 miliar, dengan surplus US$3,25 miliar. Di Malaysia, ekspornya melaju 6,7% jadi RM998 miliar setara US$245 miliar, dengan lompatan surplus 22%, tertinggi sejak 2012 menjadi RM120 miliar setara US$29 miliar.
Dalam situasi ini, apa yang bisa dilakukan pemerintah? Untuk melakukan perubahan struktural, waktu yang dibutuhkan tentu lama. Karena itu, yang tersisa hanya mempermudah prosesnya, seperti dengan merilis kebijakan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) Pembebasan dan KITE Pengembalian.
Kebijakan terkait dengan KITE itu adalah respons pemerintah atas menurunnya kinerja perdagangan seiring dengan kian berkembangnya layanan elektronik di pemerintahan, terutama setelah terbitnya Nomor Induk Berusaha (NIB) oleh One Single Submission yang menggantikan beberapa dokumen.
Ada beberapa kemudahan yang ditawarkan kebijakan itu. Misalnya, akomodasi layanan elektronik, percepatan pemberian persetujuan permohonan pengembalian dari sebelumnya 30 hari menjadi 20 hari kerja. Lalu penerbitan Surat Perintah Pembayaran, dari sebelumnya 15 hari menjadi 5 hari kerja.
Bagaimana kemudahan ini mendongkrak ekspor? Apa dampak perubahan Nomor Induk Perusahaan (NIPER) Pembebasan/Pengembalian menjadi KITE Pembebasan/Pengembalian? Apa kaitannya dengan Pusat Logistik Berikat? Download aturan lengkap KITE Pembebasan/Pengembalian sebagai berikut:
Undang-Undang (UU):
Peraturan Pemerintah (PP):
Peraturan Presiden (Perpres):i
Peraturan Menteri Keuangan (PMK):
Peraturan Menteri Perdagangan:
Peraturan Dirjen Bea dan Cukai:
Keputusan Dirjen Pajak:
Surat Edaran Dirjen Pajak: