BERITA PAJAK HARI INI

Dividen Dikecualikan dari Objek PPh, Ini Ketentuan Investasinya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 02 Maret 2021 | 08:11 WIB
Dividen Dikecualikan dari Objek PPh, Ini Ketentuan Investasinya

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan daftar bentuk dan instrumen investasi penempatan dividen atau penghasilan lain agar dapat dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh). Hal tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (2/3/2021).

Melalui PMK 18/2021, otoritas memerinci daftar bentuk dan instrumen investasi penempatan dividen atau penghasilan lain yang bisa dikecualikan dari objek PPh. Instrumen investasi tersebut baik di dalam maupun di luar pasar keuangan. Simak pula ‘Sri Mulyani Resmi Rilis Aturan Pelaksana Bidang Pajak UU Cipta Kerja’.

Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 36 PMK tersebut, investasi dilakukan paling lambat akhir bulan ketiga (untuk wajib pajak orang pribadi) dan akhir bulan keempat (untuk wajib pajak badan) setelah tahun pajak diterima atau diperolehnya dividen/penghasilan lain berakhir.

Baca Juga:
Diskon PPh Badan 50% Bisa Dimanfaatkan WP Badan Tanpa Lewat Permohonan

“Investasi … dilakukan paling singkat selama 3 tahun pajak terhitung sejak tahun pajak dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh. Investasi … tidak dapat dialihkan, kecuali ke dalam bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35,” bunyi penggalan Pasal 36 ayat (2) dan (3).

Sebagai informasi kembali, syarat investasi agar bisa dikecualikan dari objek PPh berlaku untuk 4 jenis dividen atau penghasilan lain. Pertama, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Kedua, dividen yang berasal dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. Ketiga, penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. Keempat, penghasilan dari luar negeri tidak melalui BUT yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.

Baca Juga:
WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Selain mengenai ketentuan investasi dividen atau penghasilan lain, ada pula bahasan terkait dengan pemberian insentif pajak untuk sektor otomotif melalui penerbitan PMK 20/2021 dan untuk sektor properti lewat PMK 21/2021.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Perincian Bentuk dan Instrumen Investasi

Sesuai dengan ketentuan pada PMK 18/2021, kriteria bentuk investasi agar dividen atau penghasilan lain dikecualikan dari objek PPh antara lain:

Baca Juga:
Lebih Potong Pajak karena TER, SPT Tahunan Pegawai Bakal Tetap Nihil
  1. surat berharga Negara Republik Indonesia dan surat berharga syariah Negara Republik Indonesia;
  2. obligasi atau sukuk badan usaha milik negara yang perdagangannya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
  3. obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh OJK;
  4. investasi keuangan pada bank persepsi termasuk bank syariah;
  5. obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi OJK;
  6. investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
  7. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah;
  8. penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
  9. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
  10. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
  11. penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah;
  12. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Investasi huruf a sampai dengan huruf e dan huruf l ditempatkan pada instrumen investasi di pasar keuangan:

  1. efek bersifat utang, termasuk medium term notes;
  2. sukuk;
  3. saham;
  4. unit penyertaan reksa dana;
  5. efek beragun aset;
  6. unit penyertaan dana investasi real estat;
  7. deposito;
  8. tabungan;
  9. giro;
  10. kontrak berjangka yang di perdagangkan di bursa berjangka di Indonesia;
  11. instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan OJK.

Sementara itu, investasi huruf f sampai dengan huruf k ditempatkan pada instrumen investasi di luar pasar keuangan:

  1. investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha;
  2. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah. Investasi dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. Sektornya ditetapkan dalam RPJMN;
  3. investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/ atau bangunan yang didirikan di atasnya. Properti yang dimaksud tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah;
  4. investasi langsung pada perusahaan di wilayah NKRI. Investasi dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas;
  5. investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan atau lantakan dengan kadar kemurnian 99,99%. Emas batangan atau lantakan merupakan emas yang diproduksi di Indonesia dan mendapatkan akreditasi dan sertifikat dari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan/atau London Bullion Market Association (LBMA);
  6. kerja sama dengan lembaga pengelola investasi;
  7. penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah NKRI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah;
  8. bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (DDTCNews)
  • PPnBM Mobil DTP

Melalui PMK 20/2021, pemerintah menetapkan 2 jenis kendaraan bermotor yang bisa mendapat insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP). Pertama, kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan kapasitas isi silinder hingga 1.500 cc.

Baca Juga:
DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System

Kedua, kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon dengan sistem 1 gardan penggerak (4x2) dan berkapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc.

PPnBM DTP diberikan dalam 3 tahap. Pertama, 100% dari PPnBM terutang untuk masa pajak Maret 2021 sampai Mei 2021. Kedua, 50% dari PPnBM terutang untuk masa pajak Juni 2021 sampai Agustus 2021. Ketiga, 25% dari PPnBM terutang untuk masa pajak September 2021 sampai Desember 2021. Simak pula ‘Sri Mulyani: Kalau Mau Beli Mobil, Sebaiknya Sekarang Sampai Mei’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • PPN Rumah DTP

Melalui PMK 21/2021, pemerintah memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) DTP 100% atas penyerahan rumah tapak atau rusun baru dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar. Kemudian, PPN DTP 50% untuk penyerahan rumah tapak dan rusun dengan harga jual di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.

Baca Juga:
Ingat, PTKP Disesuaikan Keadaan Sebenarnya Tiap Awal Tahun Pajak

Insentif PPN DTP berlaku selama 6 bulan, yakni mulai Maret hingga Agustus 2021. Insentif tersebut berlaku maksimal 1 unit rumah tapak atau rusun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.

Namun, insentif PPN DTP itu hanya berlaku atas penyerahan rumah rumah secara fisik sepanjang periode Maret hingga Agustus 2021. “Ini artinya untuk rumah yang sudah ada stok,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Simak ‘PPN DTP Hanya untuk Rumah yang Diserahkan pada Maret-Agustus 2021’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Kepatuhan Formal

Tahun lalu, wajib pajak orang pribadi karyawan yang telah menyampaikan SPT mencapai 12,1 juta wajib pajak atau 85,42% dari total wajib pajak orang pribadi karyawan yang wajib menyampaikan SPT sebanyak 14,17 juta wajib pajak. Persentase tersebut lebih tinggi ketimbang kinerja pada 2019 sebesar 73,2%.

Baca Juga:
Thailand Siapkan RUU untuk Adopsi Pajak Minimum Global

Sementara itu, kepatuhan formal wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi nonkaryawan tahun lalu justru menurun. Rasio kepatuhan formal wajib pajak badan tahun lalu hanya 60,17% lebih rendah dari kinerja pada 2019 sebesar 65,28%.

Untuk wajib pajak orang pribadi nonkaryawan, rasio kepatuhan formalnya pada tahun lalu mencapai 52,45% atau lebih rendah dari performa pada 2019 sebesar 75,31%. Dengan demikian, kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan satu-satunya yang mengalami kenaikan. Simak ‘Kepatuhan Formal Wajib Pajak Badan dan OP Nonkaryawan Menurun’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Belum Melakukan Penyerahan

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatur kriteria belum dilakukannya penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP). Kriteria ini untuk menentukan pengusaha kena pajak (PKP) tetap bisa mengkreditkan pajak masukannya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2a) UU PPN yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja, bagi PKP yang belum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP ataupun ekspor BKP dan/atau JKP, pajak masukannya tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan dalam UU ini. Simak selengkapnya pada artikel ‘Kriteria Belum Lakukan Penyerahan yang Bikin PKP Bisa Kreditkan Pajak’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 15:12 WIB PAJAK PENGHASILAN

Lebih Potong Pajak karena TER, SPT Tahunan Pegawai Bakal Tetap Nihil

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP Bakal Tunjuk Wajib Pajak, Uji Coba Kesiapan Coretax System

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT