Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah kembali memberikan insentif pajak terhadap barang yang diperlukan dalam penanganan pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (12/1/2022).
Pemberian insentif itu diatur dalam PMK 226/2021. Pemberian insentif telah mempertimbangkan belum berakhirnya pandemi Covid-19. Beleid yang diundangkan pada 31 Desember 2021 ini mulai berlaku pada 1 Januari 2022.
“Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku [1 Januari 2022], PMK 239/2020 s.t.d.d PMK 83/2021 … dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” bunyi ringkasan Pasal 13 PMK 226/2021.
Ada beberapa fasilitas yang diberikan. Pertama, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) tidak dipungut dan ditanggung pemerintah. Kedua, fasilitas pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor tidak dipungut oleh bank devisa atau Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) pada saat wajib pajak melakukan impor barang. Simak ‘Sri Mulyani Resmi Perpanjang Insentif Pajak Barang Penanganan Covid-19’.
Ketiga, pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima sumber daya manusia di bidang kesehatan. Insentif ini sudah diamanatkan dalam PP 29/2020. Simak ‘Sri Mulyani Perpanjang Masa Insentif Pajak untuk Tenaga Kesehatan’.
Selain pemberian insentif pajak untuk penanganan Covid-19, masih ada pula bahasan terkait dengan pelaporan bukti pemotongan/pemungutan kepada Ditjen Pajak (DJP) menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh unifikasi.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 PMK 226/2021, pemberian insentif PPN serta insentif PPh Pasal 22 Impor dan PPh Pasal 22 berlaku sejak masa pajak Januari 2022 sampai dengan masa pajak Juni 2022.
Pemberian pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 kepada pihak tertentu, pihak ketiga, atau industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat berlaku sejak tanggal surat keterangan bebas diterbitkan sampai dengan 30 Juni 2022. (DDTCNews/Kontan)
Sesuai dengan PER-24/PJ/2021, pemotong/pemungut PPh melaporkan bukti pot/put unifikasi kepada Ditjen Pajak (DJP) menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh unifikasi.
SPT Masa PPh unifikasi meliputi beberapa jenis PPh, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Bukti pot/put unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi berbentuk dokumen elektronik
“[Bukti pot/put unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi] dibuat dan dilaporkan melalui aplikasi e-bupot unifikasi,” bunyi penggalan Pasal 2 ayat (4) PER-24/PJ/2021. Simak pula ‘SPT Masa PPh Unifikasi Paling Sedikit Memuat Hal Ini’ dan ‘Bupot Unifikasi, Wajib Pajak yang Dipotong PPh-nya Harus Beri Info Ini’. (DDTCNews)
Wajib pajak yang mendapatkan status kurang bayar saat proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan memerlukan kode billing sebelum melakukan pelunasan. Melalui Twitter, Kring Pajak mengingatkan wajib pajak terkait dengan saluran yang dapat dipakai untuk pembuatan kode billing.
Salah satunya adalah dengan mem-follow dan me-mention @kring_pajak melalui Twitter. Wajib pajak juga dapat menggunakan saluran DJP Online, application service provider (ASP), laman portal penerimaan negara, bank/ pos persepsi, serta aplikasi M-Pajak. (DDTCNews)
Otoritas menerbitkan PER-26/PJ/2021 yang mengatur tata cara pemungutan bea meterai apabila terjadi kegagalan pada sistem meterai elektronik.
Merujuk pada bagian pertimbangan Perdirjen Pajak PER-26/PJ/2021, peraturan tentang tata cara pemungutan bea meterai ini ditetapkan dalam rangka memberikan kepastian hukum dan kemudahan administrasi dalam pemungutan bea meterai.
"Kegagalan sistem meterai elektronik ... merupakan keadaan sistem meterai elektronik tidak dapat diakses dan/atau memberikan respons pada proses pembubuhan meterai elektronik baik melalui portal maupun sistem yang terintegrasi," bunyi Pasal 3 ayat (2) huruf a PER-26/PJ/2021. Simak ‘DJP Terbitkan Aturan Pemungutan Bea Meterai Bila Terjadi Gagal Sistem’. (DDTCNews)
Pemerintah bakal menyiapkan beragam aturan untuk mendukung pelaksanaan pajak minimum global sesuai dengan kesepakatan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan PP akan disiapkan sebagai aturan umum. Sementara pengaturan secara lebih perinci akan dilakukan lewat PMK. Ratifikasi P3B melalui penetapan Perpres juga akan disiapkan untuk menerapkan ketentuan subject to tax rule (STTR).
"Jadi aturan pelaksanaannya dengan PP dan PMK. Dalam hal ada ratifikasi P3B yang tidak terlalu banyak, akan ada Perpres," ujar Mekar. (DDTCNews) (kaw)