PERPRES 98/2021

Kejar Penurunan Emisi, BEI Diminta Siap Fasilitasi Perdagangan Karbon

Dian Kurniati
Sabtu, 20 November 2021 | 09.00 WIB
Kejar Penurunan Emisi, BEI Diminta Siap Fasilitasi Perdagangan Karbon

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Bursa Efek Indonesia (BEI) diminta bersiap untuk memfasilitasi perdagangan karbon di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan persiapan perlu dilakukan agar proses perdagangan karbon berjalan kredibel.

Menurutnya, kesuksesan skema perdagangan karbon untuk menurunkan emisi gas rumah kaca juga akan tergantung pada kesiapan BEI.

"Kita dalam hal ini akan sangat tergantung dalam Bursa Efek Indonesia, yang akan menjadi platform perdagangan yang saya harap akan membangun dan mengantisipasi sehingga perdagangan karbon menjadi kredibel dan diakui dunia, tidak hanya di Indonesia," katanya dalam CEO Networking 2021, dikutip Sabtu (20/11/2021).

Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah merancang kebijakan untuk menurunkan emisi berbasis pasar atau carbon pricing. Secara umum, carbon pricing terdiri atas 2 mekanisme penting, yakni perdagangan karbon dan instrumen nonperdagangan.

Instrumen perdagangan karbon terdiri atas cap and trade serta offsetting mechanism, sedangkan instrumen nonperdagangan mencakup pengenaan pajak karbon dan pembayaran berbasis kinerja atau result-based payment/RBP.

Menurut Sri Mulyani, instrumen perdagangan dan nonperdagangan akan saling mendukung untuk mencapai target penurunan emisi. Oleh karena itu, dia meminta pelaku di sektor pasar keuangan memahami mekanisme perdagangan karbon akan menjadi hal biasa di dunia untuk mengatasi perubahan iklim.

Melalui perdagangan karbon, akan tersedia sumber-sumber pendanaan untuk program yang mendukung kelestarian lingkungan seperti penghijauan hutan dan transisi menuju energi hijau.

Sri Mulyani menyebut Kementerian Keuangan akan terus berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan untuk memulai pasar karbon, seperti yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.

"Ini butuh regulasi secara nasional yang kompatibel dengan global namun tetap menjaga kepentingan Indonesia," ujarnya.

Perpres 98/2021 menjelaskan perdagangan emisi sebagai mekanisme transaksi antara pelaku usaha yang memiliki emisi melebihi batas atas emisi yang ditentukan. Beleid itu juga menyebut pembentukan bursa karbon sebagai suatu sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon.

Sementara itu, pemerintah melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akan mulai menerapkan pajak karbon mulai April 2022. Sebagai tahap awal, pajak karbon baru akan dikenakan pada PLTU batu bara.

Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme pajak karbon yang mendasarkan cap and tax. Mengenai tarif, disepakati sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.