Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan menggunakan compliance risk management (CRM) dalam menjalankan fungsi pelayanan.
Hal ini tertuang dalam SE-39/PJ/2021 tentang implementasi CRM dan business intelligence. Dalam surat edaran sebelumnya yaitu SE-24/PJ/2019, fungsi pelayanan tidaklah disebutkan.
"Seiring dengan kebutuhan untuk melakukan percepatan implementasi CRM pada seluruh proses bisnis di DJP, perlu dilakukan penambahan implementasi CRM pada fungsi pelayanan," tulis DJP dalam SE-39/PJ/2021, dikutip Kamis (5/8/2021).
Dengan CRM, DJP akan memiliki peta risiko CRM fungsi pelayanan. Peta ini menggambarkan risiko kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pendaftaran, pelaporan, pembayaran, dan dalam hal kebenaran pelaporan.
Dengan peta tersebut akan ditentukan perlakuan pelayanan apa yang tepat atas setiap wajib pajak sesuai dengan risiko kepatuhan wajib pajak masing-masing.
Fungsi pelayanan CRM diterapkan dengan cara memberikan notifikasi ketika wajib pajak mengajukan permohonan atas layanan tertentu. Terdapat dua jenis notifikasi yang disampaikan yaitu notifikasi untuk pembaruan data atau notifikasi adanya kewajiban pajak yang belum terpenuhi.
Notifikasi pembaruan data wajib pajak diberikan apabila wajib pajak tidak melakukan pembaruan data dalam jangka waktu 6 bulan. Nanti, notifikasi tersebut diberikan kepada wajib pajak dengan semua profil risiko.
Sementara itu, notifikasi mengenai belum dipenuhinya kewajiban perpajakan disampaikan kepada wajib pajak apabila terdapat kewajiban yang belum dipenuhi. Notifikasi yang diberikan bisa berupa notifikasi halus, sedang, hingga keras.
Notifikasi mengenai kewajiban perpajakan ini diterbitkan oleh DJP sesuai dengan profil risiko wajib pajak masing-masing pada bulan wajib pajak mengajukan permohonan.
Khusus untuk wajib pajak yang memiliki profil risiko tinggi, sistem DJP akan meneruskan daftar kewajiban perpajakan yang belum terpenuhi kepada AR dan juru sita, untuk selanjutnya dilakukan pengawasan. (rig)