Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menilai general anti-avoidance rule (GAAR) yang kuat akan mengurangi praktik penghindaran pajak sehingga mampu menciptakan keadilan.
Dalam Naskah Akademik (NA) Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), pemerintah mengatakan selain penghindaran pajak dan teori pemajakan optimal, kacamata teori keadilan horizontal juga dapat dipakai untuk melihat relevansi keberadaan GAAR.
“Berdasarkan teori keadilan horizontal, wajib pajak yang memiliki kondisi yang serupa seharusnya menanggung beban pajak yang juga serupa,” ungkap pemerintah dalam NA RUU KUP, dikutip pada Selasa (13/7/2021).
GAAR, lanjut pemerintah, berperan dalam menciptakan keadilan horizontal dengan cara memastikan wajib pajak yang memiliki kondisi sama menanggung beban pajak yang serupa. Hal ini terlepas dari skema transaksi yang digunakan.
Tanpa adanya GAAR, wajib pajak dimungkinkan merancang skema transaksinya untuk mengeksploitasi celah dalam peraturan pajak secara agresif. Wajib pajak tersebut akan menikmati manfaat pajak yang lebih besar dibandingkan wajib pajak yang tidak merancang skema transaksi secara artifisial.
“Padahal kedua wajib pajak tersebut memiliki kemampuan membayar pajak (ability to pay) yang sama,” imbuh pemerintah.
Kebijakan ini dibutuhkan mengingat adanya keterbatasan kapasitas administrasi dan kebijakan fiskal otoritas pajak. Kondisi ini akan menyebabkan adanya ketimpangan beban pajak yang ditanggung antara wajib pajak yang patuh dan yang tidak patuh.
Wajib pajak tidak patuh tersebut sulit untuk dipantau otoritas pajak karena keterbatasan kewenangan dan kebijakan peraturan. Oleh karena itu, untuk memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak yang patuh, pemerintah bisa menggunakan GAAR.
“GAAR sebagai instrumen yang digunakan untuk mencegah dan/atau melawan praktik penghindaran pajak akan mempersulit perilaku wajib pajak untuk memanfaatkan celah dalam peraturan pajak dalam rangka menghindari pajak,” tegas pemerintah.
Pemerintah menjelaskan keberadaan GAAR akan mampu melawan penyebab atau faktor yang mendorong adanya praktik penghindaran pajak. Faktor tersebut termasuk probabilitas suatu penghindaran pajak terdeteksi otoritas pajak, kemungkinan dihukumnya entitas yang terdeteksi melakukan penghindaran pajak, besarnya penalti, dan penghindaran risiko.
Kebijakan tersebut juga merupakan tindak lanjut dari landasan teori pemajakan optimal (optimal tax theory) yang diusung Weisbach (2002). Berdasarkan pada teori itu, otoritas memiliki alat yang dapat digunakan untuk memengaruhi elastisitas penghasilan kena pajak.
Dalam hal ini, GAAR dapat menjadi instrumen yang digunakan untuk mencegah dan/atau melawan praktik penghindaran pajak. Hal ini dimaksudkan untuk memengaruhi kemampuan wajib pajak untuk menikmati manfaat pajak melalui skema artifisial.
Peraturan dan implementasi GAAR diharapkan makin kuat sehingga mengurangi elastisitas penghasilan kena pajak. Sebaliknya, aturan GAAR yang lemah akan membuat wajib pajak lebih mudah dalam menghindari pajak sehingga mengurangi basis pemajakan dan meningkatkan elastisitas penghasilan kena pajak. (kaw)