Ilustrasi. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Dalam rancangan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemerintah mengusulkan program pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan dalam pengampunan pajak (tax amnesty).
Dalam Naskah Akademik (NA) RUU KUP disebutkan walaupun telah diberikan tarif yang relatif rendah untuk menghitung uang tebusan dalam tax amnesty, terdapat kecenderungan wajib pajak untuk tidak mengungkapkan seluruh hartanya. Simak pula ‘Dirjen Pajak: Banyak Peserta Tax Amnesty yang Belum Lapor Seluruh Aset’.
“Karena alasan tidak bersedia membayar uang tebusan yang lebih besar sesuai harta yang sesungguhnya atau karena masih terdapat kekhawatiran wajib pajak jika data tersebut akan dipergunakan Direktorat Jenderal Pajak untuk penggalian potensi di kemudian hari,” tulis pemerintah dalam NA RUU KUP, dikutip pada Sabtu (10/7/2021).
Setidaknya ada 2 kondisi ideal yang diharapkan pemerintah. Pertama, kepatuhan sukarela wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan diharapkan meningkat. Kepatuhan itu baik dari sisi wajib pajak terdaftar maupun dari jumlah pembayaran pajak yang akan dapat digunakan.
Kepatuhan yang diharapkan adalah yang bersifat sukarela (voluntary compliance) dan bukan kepatuhan yang terpaksa (enforced compliance). Pasalnya, kepatuhan sukarela akan memberikan dampak kepada penerimaan pajak yang lebih signifikan dan mengurangi sengketa DJP dengan wajib pajak pada kemudian hari sebagai risiko diterapkannya penetapan pajak (official assessment).
Kedua, terbentuknya basis data wajib pajak yang lebih akurat dengan adanya program tax amnesty. Basis data tersebut dinilai penting supaya DJP dapat mengetahui keadaan ekonomi wajib pajak. Pengawasan kepatuhan pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban perpajakan dari wajib pajak juga lebih baik.
Pasalnya, dengan basis data yang andal, segala data dan informasi yang dilaporkan wajib pajak dapat dilakukan persandingan. Dengan demikian, DJP dapat menindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk mewujudkan harapan tersebut, masih dalam NA RUU KUP, dapat diusulkan untuk merumuskan kebijakan untuk memberikan kesempatan kembali bagi wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty pada 2016 tapi belum mengungkapkan seluruh hartanya.
“Pengampunan pajak tersebut sebaiknya dirancang dengan skema terbatas, yaitu diberikan hanya kepada wajib pajak yang telah mengikuti pengampunan pajak di tahun 2016 dan terbatas untuk tahun pajak yang dahulu pernah disampaikan Surat Pernyataan Harta (2015),” tulis pemerintah dalam NA RUU KUP.
Dalam revisi UU KUP, skema yang disodorkan adalah pengungkapan aset hingga 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan saat tax amnesty. Wajib pajak akan dikenai PPh final 15% dari nilai aset atau 12,5% dari nilai aset jika diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN) yang ditentukan pemerintah.
Wajib pajak akan diberikan penghapusan sanksi. Jika wajib pajak gagal menginvestasikan asetnya dalam SBN, harus membayar 3,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi atau membayar 5% jika ditetapkan DJP. Simak ‘2 Skema Rencana Kebijakan Ungkap Aset Sukarela, Ini Kata Dirjen Pajak’. (kaw)