PMK 54/2021

Pembukuan & Pencatatan dalam PMK 54/2021, Ini Kata Penyuluh Pajak DJP

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 02 Juli 2021 | 15.15 WIB
Pembukuan & Pencatatan dalam PMK 54/2021, Ini Kata Penyuluh Pajak DJP

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Bima Pratama Putra memaparkan materi dalam webinar. (tangkapan layar Zoom)

JAKARTA, DDTCNews – Melalui PMK 54/2021, pemerintah memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak (WP), termasuk UMKM, yang diperkenankan melakukan pencatatan. Selain itu, pemerintah juga memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan pembukuan bagi WP tertentu.

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya Ditjen Pajak (DJP) Madya Eko Ariyanto mengatakan PMK 54/2021 merupakan aturan turunan dari pemberian kemudahan berusaha untuk tujuan perpajakan dalam UU Cipta Kerja.

“Ini simultan dengan WP UMKM. Untuk WP UMKM sendiri juga sudah diterbitkan oleh IAI, yakni standar akuntansi keuangan (SAK) entitas mikro kecil dan menengah (EMKM),” ujar Eko dalam sebuah webinar, Jumat (2/7/2021).

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Bima Pratama Putra menjelaskan PMK 54/2021 mengatur lebih detail tentang WP orang pribadi (OP) dengan kriteria tertentu yang diperkenankan untuk melakukan pencatatan. WP tersebut sebelumnya telah disebutkan dalam PP 9/2021.

WP OP dengan kriteria tertentu adalah WP pelaku kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang kegiatan usahanya secara keseluruhan dikenai PPh final atau bukan objek pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun.

WP OP yang memenuhi kriteria tertentu, sambungnya, diperkenankan melakukan pencatatan tanpa menyampaikan pemberitahuan penggunaan norma perhitungan penghasilan neto (NPPN). Hal ini berbeda dengan WP OP yang diperbolehkan menghitung penghasilan netonya menggunakan NPPN.

Pasalnya, WP OP yang diperbolehkan menggunakan NPPN harus menyampaikan pemberitahuan pada DJP maksimal 3 bulan pertama tahun pajak yang bersangkutan.

Untuk WP baru terdaftar, waktunya maksimal 3 bulan sejak saat terdaftar atau pada akhir tahun pajak, tergantung peristiwa yang lebih dulu. Apabila tidak memberitahukan penggunaan NPPN maka WP OP dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

Dengan demikian, menurut Bima, aturan yang ada dalam PMK 54/2021 memudahkan WP OP dengan kriteria tertentu karena dapat melakukan pencatatan tanpa menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN.

Dalam kesempatan itu, fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Giyarso menguraikan 2 syarat bagi WP tertentu yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan stelsel kas. Pertama, WP secara komersial berhak menyelenggarakan pembukuan berdasarkan pada SAK yang berlaku bagi usaha mikro dan kecil.

Kedua, WP OP yang diperbolehkan untuk menggunakan NPPN atau memenuhi memenuhi kriteria tertentu tetapi memilih atau diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Selain itu, WP badan dengan peredaran brutonya tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun juga masuk dalam persyaratan ini.

Dalam kesempatan ini, Giyarso menekankan stelsel kas yang digunakan dalam pembukuan untuk tujuan perpajakan merupakan stelsel campuran. Dia menjabarkan 3 ketentuan yang harus dipenuhi WP yang menyelenggarakan pembukuan dengan stelsel kas. Simak “PMK Baru, Ini Syarat Wajib Pajak yang Bisa Pakai Pembukuan Stelsel Kas

Kasubid Kerja sama dan Kemitraan Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Natalius dalam opening speech-nya menyatakan UMKM memegang peranan penting untuk mendorong kebangkitan ekonomi negara. Peran UMKM tersebut juga telah terbukti saat krisis moneter pada 1998 dan krisis ekonomi pada 2008.

“Indonesia bergantung pada UMKM, banyak lapangan kerja yang tercipta berkat UMKM. Pentingnya peran UMKM, membuat pemerintah merancang aturan untuk memberikan kepastian hukum pada orang pribadi yang bisa dikecualikan dari kewajiban pembukuan,” katanya.

Webinar ini dihadiri perwakilan dari asosiasi, antara lain Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi),Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), dan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi)

Selain itu, ada pula Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) 8. Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumandiri). (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.