Ilustrasi.
MASALAH kepatuhan pajak dan praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion) menjadi tantangan yang dihadapi oleh setiap otoritas pajak dari berbagai yurisdiksi.
Tax Justice Network mencatat kerugian penerimaan pajak yang dialami seluruh yurisdiksi secara global akibat tax abuse mulai dari penggeseran laba hingga praktik underreporting mencapai US$427 miliar atau sekitar Rp6.190 triliun.
Untuk mencegah wajib pajak melakukan pengelakan pajak dengan cara-cara tertentu, setiap yurisdiksi perlu memiliki landasan hukum yang memungkinkan negara untuk mengenakan hukuman pidana atas wajib pajak-wajib pajak yang tidak patuh.
Merujuk laporan OECD berjudul Fighting Tax Crime – The Ten Global Principles, terdapat beberapa alasan diperlukannya sanksi pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan perpajakan. Pertama, untuk menciptakan sistem pajak yang berintegritas, netral, dan adil.
Kedua, menciptakan deterrent effect atau efek gentar terhadap wajib pajak yang memiliki keinginan untuk melakukan pengelakan pajak. Ketiga, untuk menciptakan efek jera sehingga para pelanggar tak mengulangi perbuatannya lagi.
Setiap yurisdiksi tentu memiliki pasal-pasal pidana dalam ketentuan perpajakannya masing-masing. Berikut contoh sanksi pidana perpajakan yang diterapkan di sejumlah negara.
1. Amerika Serikat
Setiap orang yang secara sengaja melakukan praktik pengelakan pajak bisa dikenai hukuman pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal sebesar US$250.000. Khusus atas legal person atau badan hukum, sanksi pidana yang dikenakan adalah denda yang mencapai US$500.000.
2. Argentina
Pengelakan pajak di Argentina bisa dikenai sanksi pidana penjara minimal selama 2 tahun dan paling lama hingga 6 tahun. Pengelakan pajak yang tergolong parah dengan nilai pengelakan di atas ARS15 juta diancam sanksi pidana penjara selama 3,5 tahun hingga 9 tahun.
3. Prancis
Setiap orang yang melakukan pengelakan pajak diancam sanksi pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar 2 kali lipat dari jumlah pajak terutang yang kurang dibayar. Sanksi pidana penjara juga dapat ditingkatkan menjadi maksimal hingga 7 tahun penjara.
4. Jerman
Setiap yang orang yang melakukan praktik pengelakan pajak yang serius (serious tax evasion) dengan secara sengaja mengecilkan pajak yang terutang dalam jumlah besar diancam sanksi pidana penjara selama 6 bulan hingga 10 tahun.
Ancaman sanksi pidana penjara selama 6 bulan hingga 10 tahun tersebut juga berlaku atas praktik pengelakan pajak yang memanfaatkan perusahaan di negara lain untuk menyembunyikan pajak yang terutang.
5. Islandia
Setiap orang yang melakukan praktik pengelakan pajak diancam denda minimal 2 kali lipat dari pajak yang kurang dibayar. Hukuman maksimal bagi pelaku pengelakan pajak adalah denda sebesar 10 kali lipat dari pajak yang kurang dibayar dan hukuman penjara selama 6 tahun.
6. Korea Selatan
Setiap orang yang melakukan pengelakan pajak diancam sanksi pidana penjara selama kurang dari 3 tahun atau denda sebesar 3 kali lipat dari pajak yang kurang dibayar.
Bila pengelakan pajak yang dilakukan mencapai lebih dari KRW500 juta dalam setahun, tersangka diancam sanksi pidana penjara untuk jangka waktu yang tidak dibatasi dan denda sebesar 5 kali lipat dari pajak yang tidak dibayar.
7. Jepang
Pengelakan pajak di Jepang diancam sanksi pidana penjara dan/atau denda sebesar JPY10 juta. Bila pajak yang kurang dibayar oleh pengemplang pajak melebihi JPY10 juta, denda yang dikenakan sebesar pajak yang kurang dibayar. (rig)