Ilustrasi. Kantor Pusat DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengaku bisa mendeteksi populasi wajib pajak dengan kekayaan tinggi (high wealth individual/HWI), termasuk yang bergerak pada bidang usaha ekonomi digital. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (8/3/2021).
Dalam Laporan Kinerja (Lakin) DJP 2020, otoritas menyatakan akan mengoptimalkan pengawasan penerimaan terhadap wajib pajak HWI dan pelaku usaha ekonomi digital, termasuk Youtuber, Selebgram, dan Tiktoker pada tahun ini.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor, otoritas akan menggunakan data dan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya untuk melakukan pengawasan penerimaan pajak dari wajib pajak HWI.
Selain mengenai pengawasan terhadap HWI dan pelaku usaha ekonomi digital, ada pula bahasan tentang target kepatuhan formal – penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) – wajib pajak dan peningkatan sengketa pajak.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan populasi wajib pajak HWI, termasuk para pelaku usaha ekonomi digital, tergolong kecil. Dengan demikian, otoritas dapat mengoptimalkan pengawasan.
"Kalau kita bicara tentang wajib pajak yang tergolong HWI tentu populasinya sangat kecil. Jadi, siapa-siapanya dapat kami deteksi,” ujarnya. (DDTCNews/Kontan)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengapresiasi langkah DJP yang akan mengoptimalkan penerimaan pajak dari wajib pajak HWI. Pasalnya, kontribusi penerimaan pajak dari HWI relatif belum optimal. Hal ini juga menjadi perhatian utama pada masa pandemi Covid-19.
Namun, menurutnya, upaya optimalisasi penerimaan pajak HWI masih akan memiliki tantangan. Salah satunya adalah jenis penghasilan dari HWI sering kali berbeda dengan wajib pajak orang pribadi pada umumnya. Penghasilan HWI bisa jadi lebih banyak berasal dari passive income.
“Jadi, adanya matching data atas HWI dengan aset keuangan dan perusahaan yang dimilikinya sangat penting,” ujarnya. (Kontan)
Tahun ini, total wajib pajak yang diharuskan menyampaikan SPT mencapai 19 juta wajib pajak. Otoritas menargetkan kepatuhan formal mencapai 80%, tidak berubah dari target tahun lalu. Adapun realisasi pada tahun lalu sebesar 78%. Simak ‘Rasio Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Periode 2016-2020’.
“Persentase target kepatuhan tahun ini adalah 80% atau sekitar 15,2 juta,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Dari data per 7 Februari 2021, jumlah berkas sengketa yang disampaikan kepada Pengadilan Pajak sepanjang 2020 mencapai 16.634 berkas. Jumlah itu naik 10,5% dibandingkan jumlah berkas sengketa pada 2019 yang sebanyak 15.048 berkas.
Gugatan atau banding yang ditujukan kepada dirjen pajak masih mendominasi berkas sengketa yang disampaikan kepada pengadilan. Pada tahun lalu, dirjen pajak sebagai terbanding atau tergugat dalam 14.660 berkas sengketa. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Kementerian Keuangan memberikan ruang kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri penerima dividen dari dalam negeri untuk mengajukan restitusi atas pajak penghasilan (PPh) dividen yang terlanjur dipotong.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 109 PMK 18/2021 tentang Pelaksanaan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
"Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang ... dilaksanakan berdasarkan PMK mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang," bunyi Pasal 109 ayat (2) PMK 18/2021. (DDTCNews)
Pemerintah memperbarui perincian wajib pajak yang dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.
Pembaruan tertuang dalam Perdirjen Pajak No.PER-03/PJ/2021 yang berlaku mulai 18 Februari 2021. Berlakunya beleid ini akan sekaligus menggantikan Perdirjen Pajak No. PER-28/PJ./2008. Penggantian aturan ini dilakukan untuk menciptakan kepastian hukum dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak. (DDTCNews) (kaw)