Ilustrasi. Pengunjung memilih sejumlah produk yang dijual dalam program diskon akhir tahun di sebuah pusat perbelanjaan modern di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (29/12/2020). Sejumlah pusat perbelanjaan di Kota Semarang menggelar berbagai program potongan harga hingga 80 persen untuk berbagai produk seperti pakaian, sepatu, dan tas sebagai upaya meningkatkan omzet penjualan serta jumlah pengunjung pusat perbelanjaan yang anjlok selama pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/Aji Styawan/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) secara neto sepanjang 2020 mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan PPN hingga akhir Desember 2020 tercatat Rp448,4 triliun atau 88,4% dari target senilai Rp507,5 triliun. Realisasi itu tercatat minus 15,6% dibandingkan performa tahun sebelumnya.
"PPN kita Rp448,4 triliun. itu adalah 15,6% lebih rendah dari tahun lalu yang Rp531,6 triliun," katanya melalui konferensi video, Rabu (6/1/2021).
Sri Mulyani mengatakan penerimaan PPN dalam negeri secara neto hingga Desember 2020 mengalami kontraksi 13,24%, sedangkan pada 2019 tumbuh 3,15%. Menurutnya, penerimaan PPN dalam negeri masih mengalami tekanan karena penurunan aktivitas ekonomi seiring dengan pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah penularan Covid-19.
Secara kuartalan, penerimaan PPN dalam negeri sampai kuartal I/2020 masih positif dengan pertumbuhan 10,27%. Namun, kontraksi mulai terjadi pada Mei sehingga pada kuartal II/2020 terjadi kontraksi 19,08%. Adapun pada kuartal III/2020, kontraksinya sebesar 11,82%, sedangkan pada kuartal IV/2020 minusnya kembali lebih dalam hingga 18,51%.
Pada awal pandemi, Sri Mulyani sempat memprediksi penerimaan PPN dalam negeri tetap baik karena berkaitan dengan aktivitas konsumsi masyarakat. Namun, memasuki pertengahan tahun penerimaan PPN akhirnya terkontraksi.
Sementara penerimaan PPN impor tercatat mengalami kontraksi 18,13%, jauh lebih dalam dibanding kinerja pada 2019 yang minus 8,06%. Menurut Sri Mulyani, hal itu disebabkan oleh belum pulihnya perdagangan internasional akibat pandemi.
Penerimaan PPN impor telah mengalami kontraksi sejak kuartal I/2020, yakni 8,72%, tetapi makin dalam pada kuartal II dan II hingga level 26,03%. Pada kuartal IV/2020, kontraksi penerimaan PPN impor membaik menjadi minus 18,57%. (kaw)