INKLUSI KEUANGAN

Pacu Inklusi Keuangan, Perpres SNKI Direvisi

Muhamad Wildan
Jumat, 11 Desember 2020 | 14.01 WIB
Pacu Inklusi Keuangan, Perpres SNKI Direvisi

Presiden Joko Widodo. (Foto: Setkab.go.id)

JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 114/2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang mencabut perpres sebelumnya yakni Perpres No. 82/2016.

Merujuk pada bagian pertimbangan beleid terbaru, target SNKI yang ditetapkan pada perpres lama sebesar 75% pada 2019 sudah tercapai sehingga perlu ditetapkan perpres baru untuk melanjutkan capaian SNKI sebelumnya.

"Hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa indeks keuangan inklusif Indonesia naik dari 67,8% pada tahun 2016 menjadi 76,2% pada tahun 2019," tulis pemerintah pada bagian penjelasan Perpres No. 114/2020.

Dengan diberlakukannya perpres SNKI, presiden kembali menunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Harian Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) dibantu oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Ketua Dewan Komisioner OJK sebagai Wakil Ketua Harian I dan II.

Terbaru, anggota DNKI ditambah dari 13 anggota menjadi 24 anggota. Anggota baru DNKI pada perpres terbaru antara lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perindustrian, Menteri Agama, dan hingga Kepala Badan Pusat Statistik (BPS).

Capaian SNKI akan diukur berdasarkan indeks keuangan inklusif yang paling sedikit mengukur mengenai persentase orang dewasa yang telah menggunakan produk layanan keuangan formal. Target indeks keuangan inklusif bakal ditetapkan oleh presiden dan diukur oleh Ketua Harian DNKI.

Merujuk pada bagian penjelasan Perpres No. 114/2020, pemerintah memandang masih terdapat kelompok masyarakat yang belum mendapatkan layanan keuangan formal secara memadai.

Kelompok masyarakat itu adalah masyarakat berpenghasilan rendah, usaha mikro dan kecil, dan masyarakat lintas kelompok antara lain pekerja migran, perempuan, masyarakat yang tinggal di wilayah terluar Indonesia, dan pemuda.

Hingga 2019, hanya sebanyak 36,6% masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki rekening. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam akses layanan keuangan.

Penggunaan kredit juga tercatat masih didominasi oleh sumber informal seperti melalui teman, keluarga, hingga rentenir. Tercatat 45,2% penduduk masih belum pernah menerima kredit.

Di luar perbankan, SNLIK OJK juga mencatat literasi masyarakat terhadap jasa asuransi masih sangat rendah, hanya 19,4%. Pemanfaatan produk dan jasa asuransi juga tercatat hanya sebesar 13,15%. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.