PAJAK DIGITAL

Proposal OECD Dinilai Belum Cukup Tutupi Kebutuhan Fiskal Corona

Muhamad Wildan
Selasa, 24 November 2020 | 18.15 WIB
Proposal OECD Dinilai Belum Cukup Tutupi Kebutuhan Fiskal Corona

Consultant United Nations (UN) for Digital Tax Sam Sim dalam webinar, Selasa (24/11/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)

JAKARTA, DDTCNews – Tambahan penerimaan pajak yang timbul bila proposal Pillar 1: Unified Approach terealisasi dinilai belum akan menutup kebutuhan fiskal dan angka defisit yang terjadi di berbagai negara akibat pandemi Covid-19.

Consultant United Nations (UN) for Digital Tax Sam Sim mengatakan tambahan penerimaan pajak secara global bila Pillar 1 diimplementasikan mencapai US$5 miliar—US$12 miliar. Namun demikian, jumlah tersebut terbilang kecil dengan kebutuhan global.

"Proposal yang diusung OECD belum mampu merespons kenaikan defisit fiskal yang timbul akibat pandemi Covid-19. Kebutuhan fiskal di berbagai negara masih besar," katanya dalam webinar, Selasa (24/11/2020).

Sim menilai kecilnya tambahan penerimaan tersebut sebenarnya tidak mengherankan lantaran masih banyak korporasi digital multinasional yang saat ini mengalami kerugian, bahkan sebelum pandemi Covid-19 terjadi pada 2020.

Dengan demikian, proposal OECD itu belum akan mampu memenuhi kebutuhan penerimaan yang dibutuhkan, terutama dalam waktu dekat ini. Oleh karena itu, negara memerlukan sumber penerimaan baru untuk mendanai penanganan pandemi Covid-19.

"Dari sini timbul pertanyaan dari berbagai negara, apakah Pillar 1 adalah satu-satunya cara untuk memenuhi penerimaan? Mungkin saja jawabannya tidak. Berbagai negara membutuhkan kombinasi kebijakan pajak guna memenuhi kebutuhan penerimaan," ujarnya.

Proposal OECD, lanjut Sim, bukan satu-satunya cara untuk memungut pajak dari perusahaan digital. Saat ini, beberapa jenis pajak mulai dikenakan terhadap perusahaan digital di antaranya seperti digital service tax (DST) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Misal, India yang menerapkan equalization levy untuk memajaki perusahaan digital. Lalu, Australia, Selandia Baru, dan bahkan Indonesia mengenakan PPN atas produk digital yang dijual perusahaan digital di masing-masing negara, meski tanpa kehadiran fisik.

Kendati sumbangan proposal OECD soal pajak digital tidak cukup menutupi kebutuhan pembiayaan penanganan Covid-19, lanjut Sim, proposal Pillar 1 tetap diperlukan untuk menindaklanjuti tantangan perpajakan yang timbul akibat ekonomi digital.

Dia meyakini negara anggota G20 termasuk Indonesia akan sangat diuntungkan apabila Pillar 1 dapat diimplementasikan, meski terdapat tantangan dari sisi administrasi yang perlu ditindaklanjuti OECD bersama negara-negara Inclusive Framework. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.