KEBIJAKAN PEMERINTAH

Hilirisasi Industri Diklaim Makin Optimal, Ini Penjelasan Kemenperin

Dian Kurniati
Selasa, 27 Oktober 2020 | 09.15 WIB
Hilirisasi Industri Diklaim Makin Optimal, Ini Penjelasan Kemenperin

Presiden Joko Widodo (kiri), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (tengah) dan pemilik pabrik gula PT Prima Alam Gemilang Andi Syamsuddin Arsyad (kanan) berbincang mengunjungi gudang pabrik gula di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Kamis (22/10/2020). ANTARA FOTO/Biroperskepresiden/JJ/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengklaim hilirisasi industri makin optimal dalam satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin ini seiring dengan dirilisnya berbagai kebijakan strategis.

Agus mengatakan pemerintah telah merilis berbagai kebijakan strategis untuk pengembangan sektor industri di antaranya melalui insentif. Dia mengklaim insentif itu memberikan efek positif terhadap industri manufaktur, termasuk peningkatan ekspor dan penyerapan tenaga kerja.

"Kami akan terus melakukan berbagai upaya strategis agar industri manufaktur tetap berproduksi dan berdaya saing di tengah pandemi Covid-19," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (26/10/2020).

Saat ini, lanjut Agus, Kemenperin akan fokus pada prioritas kebijakan hilirisasi, pendidikan dan pelatihan vokasi, serta memacu sektor industri kecil menengah (IKM). Menurutnya, hilirisasi industri dapat mendorong pemulihan ekonomi, terutama di tengah pandemi.

Pemerintah juga merilis berbagai stimulus untuk mendorong pemulihan sektor industri. Misal, insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon 50% PPh Pasal 25, serta restitusi PPN dipercepat.

Program hilirisasi juga perlu ditopang dengan penggunaan teknologi baru, termasuk penerapan era industri 4.0 untuk menggenjot produktivitas agar lebih efisien. “Pandangan hilirisasi harus didorong di Indonesia. Ini menjadi salah satu program utama dari pemerintah," ujar Agus.

Kemenperin mencatat hilirisasi industri telah berjalan di berbagai sektor, seperti pertambangan dan perkebunan. Di sektor pertambangan, hilirisasi terlihat di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah yang mengolah komoditas nickel ore menjadi stainless steel.

Harga nickel ore sekitar US$40—US$60. Bila sudah menjadi stainless steel, harganya bisa mencapai US$2000. Di Kawasan Industri Morowali saja, ekspornya menembus US$4 miliar, baik pengapalan produk hot rolled coil maupun cold rolled coil ke AS dan China.

Sementara pada sektor perkebunan, hilirisasi terlihat dari pengolahan minyak kelapa sawit, yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia. Agus menyebut tren ekspor dari olahan minyak kelapa sawit terus meningkat dalam 5 tahun terakhir.

“Rasio volume ekspor bahan baku dan produk hilir kini sebesar 19% berbanding 81%,” tutur Agus. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.