Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) baru yang berisi perpanjangan periode pemberian insentif pajak atas barang dan jasa untuk penanganan pandemi Covid-19. Rencana tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (28/9/2020).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan periode pemberian insentif pajak yang selama ini diatur dalam PMK 28/2020 akan diperpanjang hingga Desember 2020. Seharusnya, periode pemberian insentif berakhir bulan ini.
“Kami sedang dalam proses memperpanjang [periode pemberian insentif] sampai Desember [2020]. Mudah-mudahan minggu depan sudah bisa keluar [PMK baru],” ujarnya akhir pekan lalu.
Seperti diketahui, melalui PMK 28/2020, pemerintah mendorong ketersediaan barang-barang seperti alat perlindungan diri dan obat-obatan yang diperlukan untuk menanggulangi wabah Covid-19 melalui pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.
Fasilitas diberikan kepada badan/instansi pemerintah, rumah sakit rujukan, dan pihak-pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan wabah Covid-19 atas impor, perolehan, dan pemanfaatan barang dan jasa.
Selain insentif PPN, pemerintah juga memberikan pembebasan dari pemungutan atau pemotongan pajak penghasilan (PPh) untuk membantu percepatan penanganan wabah Covid-19. Insentif mencakup PPh Pasal 22, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 21, dan PPh Pasal 23. Simak artikel ‘Ini Penjelasan Resmi DJP Soal Insentif Pajak dalam PMK 28/2020’.
Tidak hanya rencana perpanjangan periode pemberian insentif pajak PMK 28/2020, masih minimnya pemenuhan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan (IBK) dari DJP oleh perbankan juga menjadi salah satu bahasan media nasional.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dalam PMK baru yang berisi perpanjangan insentif pajak atas barang dan jasa untuk penanganan pandemi Covid-19, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan akan ada tambahan jenis barang, yaitu bahan baku vaksin.
"Jadi nanti pasti ada kebutuhan untuk bahan baku vaksin, termasuk yang dari impor,” katanya.
Dalam PMK 28/2020, barang yang diperlukan dalam penanganan wabah Covid-19 antara lain obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien, dan peralatan pendukung lainnya.
Selanjutnya, jasa yang diperlukan untuk penanganan wabah Covid-19 meliputi jasa konstruksi, jasa konsultasi, teknik, dan manajemen, jasa persewaan, dan jasa pendukung lainnya. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan untuk tahun depan, pemerintah masih berkomitmen untuk memberikan insentif pajak. Pasalnya, ekonomi belum akan pulih sepenuhnya meskipun saat vaksin sudah ditemukan.
“Kami, termasuk DJP, melihat perkembangan dari hari ke hari dan akan terus menyesuaikan. Namun, secara spesifik [jenis insentifnya] nanti seperti apa, kami belum memutuskan. Harusnya tidak lebih besar dari 2020 karena kami berharap juga kondisi tahun depan membaik,” ujarnya. (DDTCNews)
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Irawan mengungkapkan berdasarkan data otoritas, dari sekitar 70.000 surat baru permintaan IBK pada semester I/2020, hanya 4,3% yang sudah direspons oleh perbankan. Padahal, respons dibutuhkan, terutama dalam masa pandemi Covid-19.
“DJP sebagai ujung tombak pengumpul penerimaan negara harus bekerja ekstra keras dan cerdas untuk menyikapi situasi ini. Dalam upaya ini, DJP menemukan adanya pemenuhan penyampaian informasi oleh perbankan atas permintaan IBK dari DJP yang kurang menggembirakan,” jelasnya.
IBK merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Simak artikel ‘Hanya 4,3% Permintaan Data dari Ditjen Pajak yang Dipenuhi Perbankan’. (DDTNews/Bisnis Indonesia)
Kemenkeu mengkaji permintaan Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengenai insentif pajak penghasilan (PPh) final atas sewa ruangan di mal. Pasalnya, pemerintah memang berencana menambah stimulus untuk sektor usaha perdagangan.
“Sedang kami kaji seperti apa insentifnya. Khususnya karena ini mempekerjakan banyak orang, jadi harus dilihat seperti apa,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu. (DDTCNews)
Cash receipt system (CRS) akan diterapkan pada pengusaha kena pajak (PKP) yang transaksinya berorientasi business-to-consumer (B2C) apabila Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pajak atas Barang dan Jasa disahkan. CRS akan diterapkan terutama pada usaha yang transaksinya masih secara tunai.
"Itu adalah sistem online yang ditempatkan pada merchant-merchant terutama yang transaksinya masih cash, makanya disebut CRS," ujar Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi. (DDTCNews)
Pemerintah berencana merelokasi anggaran insentif pajak bagi dunia usaha menjadi bantuan sosial (bansos) sebagai stimulus pada masa pandemi virus Corona.
Pasalnya realisasi pemanfaatan insentif pajak hingga saat ini sangat kecil, bahkan belum mencapai 20%. Di sisi lain, ada program stimulus yang serapan anggarannya tinggi dan terbukti efektif meningkatkan daya beli masyarakat, seperti program bansos.
"[Realisasi] insentif usaha belum tinggi sehingga bisa direlokasi, terutama untuk perlindungan sosial," kata Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu. (DDTCNews)
Pemerintah semakin mewaspadai risiko tidak tercapainya penerimaan pajak sesuai dengan target yang sudah diturunkan melalui Perpres 72/2020. Pemerintah berupaya menjaga shortfall – selisih kurang realisasi dan target – penerimaan pajak tidak terlalu besar.
Kepala BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan risiko itu semakin terasa karena penerimaan pajak hingga Agustus 2020 masih mengalami kontraksi 15,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Simak artikel ‘Soal Shortfall Pajak, Kepala BKF: Teman-Teman di DJP Lagi Kerja Keras’. (DDTCNews) (kaw)