Suasana pekerja di ruang produksi pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) mitra PT HM Sampoerna, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (16/6/2020). Pabrik rokok yang mempekerjakan 890 orang pekerja tersebut beroperasi lagi setelah diliburkan selama sepekan menyusul adanya seorang pekerja yang dinyatakan positif COVID-19. (ANTARA FOTO/Siswowidodo/hp)
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi XI DPR RI Musthofa menyatakan dukungannya kepada pemerintah untuk mengembangkan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) terpadu.
Musthofa menilai KIHT terpadu sebagai solusi mengatasi peredaran rokok ilegal, sekaligus memberdayakan produsen rokok berskala kecil. Dukungan itu juga telah Musthofa disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"DPR mendukung Menteri Keuangan dalam pendirian KIHT ini. Apalagi di Kudus ini sudah ada embrionya, yaitu LIK (lingkungan industri kecil) hasil tembakau," katanya di Jakarta, Jumat (26/6/2020).
Musthofa merupakan mantan bupati Kudus, daerah yang juga menjadi salah satu sentra industri rokok di Indonesia. Dia pun meminta para pemerintah daerah sentra tembakau mendukung penuh pendirian KIHT terpadu itu, misalnya dengan mempermudah perizinannya.
Kepala Kanwil Bea Cukai Jateng DIY Padmoyo Tri Wikanto menyatakan DJBC terus menjajaki pembangunan KIHT terpadu di Indonesia. Saat ini, daerah yang telah berkomitmen membangun KIHT terpadu yakni Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan dan 4 kabupaten di Madura, Jawa Timur.
Menurut dia, pembangunan KIHT terpadu itu untuk merangkul para pengusaha rokok yang masih ilegal agar menjadi legal. Dia meyakini pembangunan KIHT juga akan memunculkan simpul pertumbuhan ekonomi baru sehingga berdampak positif pada masyarakat dan pemda.
"Sampai kapan kita mau kucing-kucingan dengan pengusaha rokok ilegal? Hanya mereka yang senang karena terus meraup keuntungan," kata Padmoyo.
Ia menambahkan DJBC juga selalu siap bekerja sama dengan pihak mana pun dalam memberantas peredaran rokok ilegal. Bersamaan dengan pengembangan KIHT terpadu, menurutnya program gempur rokok ilegal akan tetap berlanjut.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan payung hukum pembangunan KIHT terpadu melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau.
KIHT merupakan kawasan pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung agar pelaku usaha bisa lebih mudah mengembangkan produksinya secara legal.
Dengan KIHT, keuntungan yang ditawarkan ke pelaku usaha antara lain kemudahan kegiatan usaha seperti kerja sama dalam kawasan, kemudahan perizinan seperti pengecualian dari minimum luas kawasan, serta penundaan pembayaran cukai sampai 90 hari sejak pemesanan pita cukai. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.