Tampilan depan jurnal.
JAKARTA, DDTCNews – Fenomena brain drain makin disorot beberapa waktu belakangan. Perbedaan komposisi demografi menjadi pemicu perebutan sumber daya manusia (SDM) unggul di banyak negara. Pajak menjadi salah satu instrumen yang digunakan untuk merespons fenomena ini.
Pembahasan ilmiah mengenai pajak dan brain drain diulas dalam Belgrade Law Review VOL. 67, BR. 4 (2019). Jurnal ilmiah ini diterbitkan oleh Fakultas Hukum Belgrade University, Serbia, Eropa. Salah satu tulisan dalam jurnal tersebut merupakan karya Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji.
Tulisan Bawono berjudul ‘Tax and Brain Drain: Justification, Policy Options and Prospect for Large Developing Economies’ mengulas sejauh mana penggunaan instrumen pajak untuk mengatasi brain drain di negara berkembang dengan populasi besar.
Brain drain merupakan kondisi di mana sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni justru beremigrasi ke luar negeri untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Aspek perpajakan diproyeksi dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan yang terjadi di negara-negara tersebut.
Bawono menjadi satu-satunya penulis dari Indonesia, bahkan Asia, dalam jurnal tersebut. Mayoritas penulis berasal dari Eropa, seperti Andrés Báez Moreno (Profesor Hukum Pajak di Universidad Carlos III in Madrid, Spanyol) dan Giorgio Beretta (LIUC Universita Carlo Catteno Italia). Anda bisa membaca jurnal tersebut di sini.
Penerbitan jurnal ini merupakan kelanjutan dari konferensi internasional bertajuk ‘Tax Aspect of the Brain Drain’ yang diadakan oleh Fakultas Hukum Belgrade University dan Serbian Fiscal Society pada 11 Oktober 2019. Konferensi ini dihadiri oleh pakar pajak tingkat dunia.
Dalam tulisannya, Bawono juga mengeksplorasi dan menilai beberapa kebijakan pajak yang dilakukan untuk mencegah emigrasi individu berketerampilan tinggi, yaitu proposal pajak Bhagwati, exit tax, revenue sharing, dan insentif pajak. Bagaimanapun, migrasi internasional telah meningkat selama tiga dekade terakhir sehingga menciptakan risiko bagi negara berkembang.
Bawono membagi tulisannya ke dalam lima bagian. Pertama, pendahuluan. Kedua, migrasi SDM berketerampilan tinggi secara internasional dan brain drain. Ketiga, penjabaran terkait negara berkembang yang besar (large developing economies).
Keempat, justifikasi pajak untuk mengatasi fenomena brain drain beserta dengan pilihan kebijakannya. Kelima, prospek untuk large developing economies dengan beberapa komentar dari penulis.
Secara garis besar, ada lima hal yang dapat disimpulkan dari penilaian beberapa pilihan kebijakan. Pertama, tidak ada kebijakan pajak yang dapat berdiri sendiri sehingga optimal untuk mengatasi brain drain atau mengurangi jumlah individu berketerampilan tinggi yang beremigrasi. Kedua, sebagian besar kebijakan lebih focus pada unsur keadilan untuk mengompensasi ‘kerugian’ yang disebabkan negara asal.
Ketiga, hampir setiap kebijakan yang tersedia membutuhkan koordinasi yang lebih baik di tingkat internasional. Keempat, semua opsi kebijakan memerlukan kolaborasi yang erat dengan agen imigrasi. Kelima, setiap kebijakan memiliki potensi untuk menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Acara konferensi internasional dan jurnal ini bukan satu-satunya keterlibatan Bawono di Wilayah Eropa. Pada 2015, dia terpilih sebagai pemenang CFE Albert J. Radler Medal. Penghargaan diberikan karena thesisnya menjadi thesis perpajakan terbaik se-Eropa.
Thesisnya berjudul ‘Incentive and Disincentives of Profit Shifting in Developing Countries’ tahun akademik 2014/2015 di School of Economics and Management, Tilburg University, Belanda. Hingga saat ini, dia menjadi satu-satunya mahasiswa non-Eropa yang meraih penghargaan tersebut.
Pembahasan mengenai brain drain dan SDM juga bisa Anda lihat dalam majalah InsideTax edisi ke-41. Download majalah InsideTax di sini. (kaw)