JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah sedang memfinalisasi penyusunan regulasi khusus terkait dengan pengawasan kepatuhan wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (3/12/2025).
Kementerian Keuangan beserta Ditjen Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kementerian Hukum dikabarkan telah menggelar rapat perihal pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RPMK tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib pajak.
"Rapat menghasilkan sejumlah penyempurnaan konsepsi yang akan digunakan dalam memfinalkan rancangan peraturan sebelum diajukan untuk proses penetapan lebih lanjut oleh menteri keuangan," tulis DJPP dalam keterangan resmi.
Hasil harmonisasi diperlukan untuk memastikan regulasi yang dihasilkan sudah tepat, relevan, dan selaras dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagai informasi, pengawasan kepatuhan wajib pajak selama ini tidak diatur secara spesifik dalam PMK tertentu. Meski demikian, DJP memiliki surat edaran dengan nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak.
SE-05/PJ/2022 menjadi pedoman bagi fiskus untuk melakukan pengawasan wajib pajak secara end-to-end, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut, hingga evaluasi atas pengawasan.
Secara umum, terdapat 2 jenis pengawasan yang dilakukan oleh DJP, yakni pengawasan pembayaran masa (PPM) dan pengawasan kepatuhan material (PKM).
PPM adalah pengawasan terhadap wajib pajak melalui penelitian kepatuhan formal yang jatuh tempo pada tahun pajak berjalan dan penelitian kepatuhan material atas tahun pajak berjalan.
Sementara itu, PKM adalah pengawasan terhadap wajib pajak melalui penelitian kepatuhan formal yang jatuh tempo sebelum tahun pajak berjalan dan penelitian kepatuhan material atas tahun pajak sebelum tahun pajak berjalan.
Penelitian kepatuhan formal adalah kegiatan penelitian atas kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi ketentuan formal, sedangkan penelitian kepatuhan material adalah penelitian atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan ketentuan material.
Guna menindaklanjuti penelitian kepatuhan material, petugas pajak melakukan permintaan penjelasan data dan/atau keterangan (P2DK) dengan mengirimkan surat permintaan penjelasan data dan/atau keterangan (SP2DK) kepada wajib pajak.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai insentif pajak atas pemberian sumbangan strategis ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Lalu, ada juga bahasan terkait dengan fitur pembatalan kode billing di coretax, penggunaan kecerdasan buatan oleh DJP, dan lain sebagainya.
Masih berkaitan dengan pengawasan pajak, DJP ternyata sudah memiliki teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang bisa digunakan untuk mendukung kerja petugas pajak.
AI dimaksud bernama Advanced Responsive Virtual Tax Assistant yang disingkat Arvita. Berdasarkan Laporan Tahunan DJP 2024, otoritas pajak menyebut Arvita telah digunakan sejak 2024.
"Kehadiran Arvita mempercepat analisis, mengurangi hambatan informasi, sekaligus meningkatkan efisiensi kerja di lapangan. Kehadirannya membantu mempercepat proses kerja dan meningkatkan akurasi pengawasan," jelas DJP dalam laporannya. (DDTCNews)
DJP menambahkan fitur pembatalan kode billing di coretax mulai 1 Desember 2025. Fitur tersebut dimaksudkan agar wajib pajak bisa memperbaiki konsep SPT tanpa harus menunggu masa aktif kode billing berakhir.
Sebelumnya, wajib pajak harus menunggu kode billing kedaluwarsa agar dapat memperbaiki SPT yang terdapat kesalahan. Adapun masa kedaluwarsa kode billing adalah selama 7 hari. Dengan fitur pembatalan kode billing, wajib pajak bisa langsung membatalkan kode billing yang terbit dari SPT Masa dan Tahunan.
“Kabar baik untuk Kawan Pajak. Sekarang bisa memperbaiki konsep SPT tanpa harus menunggu masa aktif kode billing berakhir,” jelas Tim Probis Pembayaran DJP. (DDTCNews)
Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) mengajak wajib pajak memberikan sumbangan untuk pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lain yang bersifat nirlaba di IKN.
Direktur Pendanaan Otorita IKN Insyafiah mengatakan terdapat fasilitas supertax deduction hingga 200% bagi pelaku usaha yang memberikan sumbangan strategis untuk pembangunan IKN. Pemberian fasilitas ini diatur dalam PMK 28/2024.
"Skema sumbangan strategis ini memberikan pengurangan penghasilan bruto hingga 200%. Artinya, kontribusi yang diberikan tidak hanya mengurangi beban pajak perusahaan, tetapi juga meningkatkan income after tax," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berupaya untuk menjaga pasar dalam negeri dari masuknya barang-barang ilegal.
Purbaya mengatakan perbaikan iklim investasi tak bisa langsung memperbaiki kinerja swasta. Menurutnya, swasta tidak akan bertumbuh optimal bila negara tidak memberikan perlindungan dari masuknya barang ilegal.
"Saya enggak peduli thrifting-nya, pokoknya baju bekas ilegal masuk, kita tutup. Nanti baja, habis itu sepatu, habis itu yang lain-lain. Jadi kita jaga dari domestic market untuk teman-teman pengusaha," ujarnya. (DDTCNews)
Rasio cakupan pemeriksaan atau audit coverage ratio (ACR) tercatat kembali turun pada 2024 meski sempat menyentuh 1% pada 2023.
Merujuk pada Laporan Tahunan DJP 2024, rasio cakupan pemeriksaan pada 2024 mencapai 0,83%, lebih rendah dibandingkan dengan rasio cakupan pemeriksaan pada 2023 atau pada tahun-tahun sebelumnya.
"ACR adalah besarnya cakupan pemeriksaan yang dihitung berdasarkan perbandingan antara wajib pajak yang diperiksa dengan jumlah wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT," tulis DJP dalam laporan tahunannya. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas rumah yang digulirkan hingga 2027 dapat mengurangi masalah backlog perumahan.
Sebagai informasi, backlog perumahan adalah kondisi kesenjangan atau selisih antara jumlah rumah yang dibangun atau telah tersedia dan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
"Untuk perumahan ada PPN ditanggung pemerintah sampai tahun 2027 sehingga [harapannya] tentu backlog perumahan kita bisa kurangi," ujarnya dalam Rapimnas Kadin 2025.
