JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat ada 463 wajib pajak eksportir minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang ditengarai melakukan underinvoicing atas komoditas yang diekspor.
Underinvoicing dilakukan dengan mendeklarasikan CPO yang diekspor sebagai produk turunan dengan harga yang lebih murah, yakni palm oil mill effluent (POME) atau fatty matter.
"Jadi targetnya kemarin dari 282, setelah kita coba telusuri kita duga ada 463 wajib pajak," ujar Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, dikutip pada Rabu (26/11/2025).
Wajib pajak mengambil langkah ini guna menghindari pungutan ekspor, kewajiban domestic market obligation (DMO), serta kewajiban pembayaran pajak dalam negeri.
Tak hanya itu, Bimo menduga ada praktik pembayaran dividen terselubung oleh para wajib pajak eksportir CPO dimaksud.
Ke depan, DJP akan terus mendalami praktik underinvoicing ekspor CPO bersama Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgasus OPN).
Tak hanya itu, DJP juga akan turut aktif menginventarisasi hak negara dan mengoptimalkan penerimaan negara dari kawasan hutan melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Hingga 9 Oktober 2024, total penerimaan pajak yang terkumpul dari langkah yang ditempuh DJP melalui Satgas PKH mencapai Rp17,23 triliun, naik 14,79% bila dibandingkan dengan tahun lalu. Pajak tersebut dibayarkan oleh 352 wajib pajak.
"Ada kenaikan sekitar 14,79% dari apa saja? Dari identifikasi kewajiban PBB di kawasan hutan, identifikasi tunggakan pajak, ada treatment pengawasan wajib pajak dengan data yang lebih akurat karena data tambahan Satgas PKH, ada transaksi afiliasi," ujar Bimo. (dik)
