JAKARTA, DTCNews - Ternyata banyak keluhan dari wajib pajak yang masuk ke kanal 'Lapor Pak Purbaya' mengenai surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK). Topik ini sontak menyedot perhatian netizen dalam sepekan terakhir.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat terdapat 79 aduan perihal SP2DK yang disampaikan oleh para wajib pajak. Dalam laporan dimaksud, wajib pajak berpandangan bahwa petugas pajak tidak komunikatif dalam menyampaikan SP2DK dan bahkan cenderung menekankan adanya potensi kurang bayar yang lebih tinggi bila SP2DK dilanjutkan ke pemeriksaan.
"Petugas pajak tidak komunikatif dan menyampaikan akan ada pemeriksaan dengan risiko kurang pajak yang lebih besar," katanya saat membacakan aduan yang disampaikan melalui Lapor Pak Purbaya.
Berkaca pada kondisi tersebut, Purbaya berencana meningkatkan kompetensi account representative (AR) dalam berkomunikasi dengan wajib pajak. Tanpa komunikasi yang baik, SP2DK dimaknai oleh wajib pajak sebagai tagihan yang bersifat memaksa.
Tak hanya itu, lanjutnya, Kemenkeu juga akan memperkuat kegiatan profiling pegawai pajak yang akan diangkat menjadi AR.
"Untuk Inspektorat Jenderal (Itjen), diharapkan melakukan pengawasan secara berkala terhadap AR," ujarnya.
Perlu diketahui, SP2DK adalah surat yang diterbitkan oleh AR pada kantor pelayanan pajak (KPP) dalam rangka melaksanakan kegiatan P2DK, yakni kegiatan meminta penjelasan kepada wajib pajak atas data dan keterangan berdasarkan penelitian kepatuhan material yang menunjukkan indikasi ketidakpatuhan dan kewajiban pajak yang belum terpenuhi.
Selain informasi mengenai kompetensi AR di atas, ada beberapa pemberitaan lainnya yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, update tentang UU Konsultan Pajak, gugatan kembali atas pajak pensiun, wacana pemasangan label tinggi gula pada minuman manis, hingga kabar soal perpanjangan periode pemanfaatan PPh final UMKM.
Menkeu Purbaya kini memberi sinyal bahwa perpanjangan PPh final UMKM tanpa batas waktu 'dimungkinkan' untuk dilakukan. Tapi, ada syaratnya.
Menurut Purbaya, PPh final bisa dipermanenkan sepanjang skema tersebut benar-benar dimanfaatkan oleh UMKM, bukan oleh usaha besar yang berpura-pura menjadi UMKM. "Sebetulnya kalau betul-betul UMKM, mereka enggak ngibul-ngibul, sudah gede tapi ngaku UMKM, harusnya enggak apa-apa dipermanenkan," katanya.
Meski demikian, lanjut Purbaya, skema PPh final UMKM belum akan dipermanenkan dalam waktu dekat. Pemerintah akan tetap memperpanjang jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM hingga 2029 sembari mengevaluasi penerapannya di lapangan.
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mendorong pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan UU Konsultan Pajak.
Usulan tersebut disampaikan oleh Ketua IKPI Vaudy Starworld dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi XI DPR.
"Kami melihat urgensi dari adanya UU Konsultan Pajak adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat pembayar pajak, mendukung penerimaan negara dari sisi perpajakan, dan melindungi kepentingan profesi konsultan pajak," kata Vaudy.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil atas ketentuan pemajakan atas uang pensiun dalam UU PPh yang disampaikan oleh pemohon melalui Permohonan Nomor 186/PUU-XXIII/2025.
Menurut MK, permohonan yang disampaikan oleh pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur). Dengan demikian, MK memutuskan untuk tidak mempertimbangkan lebih lanjut permohonan yang disampaikan pemohon.
"Kedudukan hukum dan pokok permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan.
Pemerintah tengah mengkaji penerapan label peringatan 'tinggi gula' pada produk minuman manis dalam kemasan.
Menko Pangan Zulkifli Hasan mengatakan pemasangan label tinggi gula bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama generasi muda, terhadap risiko kesehatan akibat konsumsi gula berlebih seperti diabetes dan gagal ginjal dini. Melalui pemasangan label, masyarakat dapat memperoleh informasi yang lebih jelas terkait suatu produk minuman.
"Minuman manis ini yang buat anak muda cuci darah dan obesitas, sehingga produktivitasnya terganggu. Pemerintah ingin masyarakat tahu kandungan gulanya sebelum membeli," katanya.
Menkeu Purbaya menegaskan tidak akan menerapkan perluasan pungutan cukai pada diaper dan tisu basah dalam waktu dekat.
Purbaya menilai perluasan pungutan cukai sebaiknya dilakukan setelah kondisi ekonomi lebih stabil. Di samping itu, dia menunggu perekonomian Indonesia tumbuh minimal 6% sebelum melakukan ekstensifikasi cukai maupun pajak.
"Sebenarnya sekarang belum kita akan terapkan dalam waktu dekat. Jadi saya acuannya masih sama dengan sebelumnya, sebelum ekonominya stabil, saya tidak akan menambah pajak tambahan dulu," ujarnya. (sap)
