JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah tidak mengalokasikan seluruh anggaran makan bergizi gratis (MBG) kepada Badan Gizi Nasional (BGN) selaku kementerian/lembaga (K/L) pelaksana.
Dari total kebutuhan anggaran MBG senilai Rp335 triliun, baru Rp268 triliun yang diusulkan untuk dialokasikan pada BGN dalam RAPBN 2026. Dengan demikian, selisih Rp67 triliun akan dicadangkan.
"Pada RAPBN tahun anggaran 2026, anggaran untuk program MBG melalui K/L direncanakan sebesar Rp268 triliun," tulis pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, dikutip pada Kamis (21/8/2025).
Anggaran Rp335 triliun diperlukan untuk menyalurkan MBG kepada 82,9 juta penerima manfaat yang meliputi anak-anak sekolah, santri, balita, serta ibu hamil dan menyusui.
"Anggaran tersebut akan digunakan untuk pengadaan bahan pangan bergizi lokal, operasional dapur komunitas, distribusi makanan harian, edukasi perilaku hidup sehat, pengembangan sistem pelaporan digital, serta pengawasan berlapis oleh lembaga pemerintah dan independen," tulis pemerintah dalam dokumen Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) K/L 2026.
Sementara itu, jumlah satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) pada tahun depan ditargetkan 30.000 unit. Nanti, 1 SPPG akan melayani 3.000 - 4.000 penerima manfaat. SPPG juga akan dikelola oleh komunitas dan melibatkan lembaga lokal, mulai dari sekolah, pesantren, puskesmas, hingga UMKM.
"Dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel serta pengawasan yang terintegrasi dari berbagai lintas sektor, pemerintah memastikan bahwa MBG menjadi pilar utama dalam peningkatan kualitas gizi masyarakat," tulis pemerintah.
Sebagai informasi, pemerintah telah menyalurkan MBG kepada lebih dari 15 juta penerima manfaat. BGN disalurkan oleh 5.885 SPPG yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Berbagai institusi dan ormas telah dilibatkan untuk mempercepat pembentukan SPPG. Institusi dan ormas yang terlibat contohnya antara lain TNI, Polri, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Kadin, dan lain sebagainya.
Kepala BGN Dadan Hindayana menuturkan bahwa organisasi-organisasi tersebut mendirikan SPPG menggunakan dananya sendiri, bukan dana dari pemerintah. APBN hanya digunakan untuk pengadaan bahan pangan.
"Jadi, semuanya membangun sendiri. Kalau dihitung dengan uang, itu 1 SPPG membutuhkan Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar. Jadi, uang yang beredar di masyarakat sudah hampir Rp28 triliun. Itu bukan uang APBN, itu uang mitra," ujar Dadan.
Perlu diketahui, pajak merupakan sumber penerimaan yang paling dominan di Indonesia, di mana sekitar 70% dari APBN bersumber dari penerimaan pajak. (rig)