Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemeriksa pajak tidak memiliki kewajiban untuk memberikan berita acara terkait dengan pemeriksaan kepada wajib pajak yang sedang diperiksa.
Kepala Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan Ditjen Pajak (DJP) Andri Puspo Heriyanto mengatakan berita acara sesungguhnya adalah dokumen untuk membuktikan bahwa pemeriksa telah melaksanakan prosedur pemeriksaan.
"Sebetulnya berita acara ini gunanya untuk membuktikan kepada pihak siapapun bahwa kami sudah melakukan prosedur tertentu. Ini adalah bentuk statement bahwa 'saya sudah melakukan prosedur ini, hasilnya seperti ini'," ujar Andri dalam webinar yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI), dikutip Kamis (20/3/2025).
Dengan demikian, muatan dari berita acara terkait dengan pemeriksaan tidak memiliki keterkaitan dengan wajib pajak yang sedang diperiksa.
Sebagai informasi, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025 mewajibkan pemeriksa untuk membuat berita acara setelah melaksanakan tahapan pemeriksaan tertentu.
Berita acara yang perlu dibuat oleh pemeriksa contohnya adalah berita acara hasil pertemuan dengan wajib pajak, berita acara pemberian keterangan wajib pajak, berita acara penyegelan, berita acara pembahasan temuan sementara, hingga berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP).
Bila pemeriksaan dilakukan secara daring dan dokumen pemeriksaan, termasuk berita acara, memerlukan tanda tangan kedua belah pihak, wajib pajak dan tim pemeriksa perlu menandatangani dokumen secara elektronik.
Namun, dalam hal wajib pajak atau tim pemeriksa tidak dapat menandatangani dokumen secara elektronik, penandatanganan dilakukan menggunakan tanda tangan biasa oleh wajib pajak terlebih dahulu.
PMK 15/2025 telah diundangkan dan berlaku mulai 14 Februari 2025. Dengan berlakunya PMK 15/2025, beberapa PMK sebelumnya, yakni PMK 17/2013 s.t.d.d PMK 184/2015, PMK 256/2014, dan Pasal 105 PMK 18/2021, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (sap)