BERITA PAJAK HARI INI

Pemeriksaan Lewat Batas Waktu Tidak Bikin Batal Surat Ketetapan Pajak

Redaksi DDTCNews
Jumat, 21 Maret 2025 | 06.30 WIB
Pemeriksaan Lewat Batas Waktu Tidak Bikin Batal Surat Ketetapan Pajak

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyebut pemeriksaan pajak yang melampaui jangka waktu tidak bisa menjadi dasar untuk membatalkan surat ketetapan pajak (SKP). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (21/3/2025).

DJP menilai pengaturan jangka waktu pemeriksaan pajak hanyalah sekadar sebagai alat monitoring dan kontrol manajemen. Alhasil, pemeriksaan pajak yang melampaui jangka waktu tidak bisa menjadi dasar untuk membatalkan surat ketetapan pajak (SKP). Hal ini juga diperkuat oleh Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) No. 1633/B/PK/Pjk/2024.

"MA sudah menerbitkan putusan PK yang memiliki kekuatan hukum tetap. Sesuai aturan yang berlaku, masalah ini seharusnya tidak perlu lagi digugat karena MA sudah memutus," ujar Kepala Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan DJP Andri Puspo Heriyanto.

Sesuai putusan PK dimaksud, SKP dari pemeriksaan yang melewati jangka waktu tidak dibatalkan sepanjang SKP tersebut terbit masih dalam jangka waktu penerbitan selama 5 tahun.

Satu-satunya hal yang membatalkan SKP secara jabatan atau berdasarkan permohonan wajib pajak ialah bila SKP dimaksud merupakan hasil dari pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP).

Pengaturan terkait dengan jangka waktu pemeriksaan beserta perpanjangannya merupakan suatu alat monitoring untuk mengukur kinerja pemeriksa dan kegiatan pemeriksaan.

"Kami sudah menyusun semacam indeks kinerja yang memberikan reward atau penghargaan kepada pemeriksa yang bisa menyelesaikan pemeriksaan sebelum jangka waktu," ujar Andri.

Sebagai informasi, jangka waktu pemeriksaan pajak telah diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025. Jangka waktu pemeriksaan terdiri dari jangka waktu pengujian serta jangka waktu PAHP dan pelaporan.

Jangka waktu pengujian dalam pemeriksaan lengkap adalah selama 5 bulan, sedangkan jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan terfokus adalah selama 3 bulan. Adapun jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan spesifik adalah selama 1 bulan.

Sementara itu, jangka waktu PAHP dan pelaporan dalam pemeriksaan lengkap, terfokus, dan spesifik adalah selama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal SPHP disampaikan hingga tanggal laporan hasil pemeriksaan (LHP).

Khusus untuk pemeriksaan spesifik atas data konkret, jangka waktu pengujian kini dipangkas menjadi tinggal 10 hari kerja. Adapun jangka waktu PAHP dan pelaporan juga dipangkas menjadi tinggal 10 hari kerja.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai realisasi pelaporan SPT Tahunan atau kepatuhan formal dalam tahun berjalan. Kemudian, ada juga bahasan mengenai laporan World Bank perihal kepatuhan pajak di Indonesia, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Alasan DJP Pangkas Jangka Waktu Respons WP atas SPHP

Pemerintah memangkas jangka waktu bagi wajib pajak untuk menanggapi SPHP dipangkas dari 7 hari kerja menjadi 5 hari kerja.

Dipersingkatnya jangka waktu bagi wajib pajak untuk menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sejalan dengan durasi pemeriksaan pajak yang juga telah dipangkas berdasarkan PMK 15/2025.

"Kalau sekarang kami singkat, tanggapan dari wajib pajak juga harus lebih singkat. Singkatnya cuma 2 hari ya, dari 7 hari sekarang menjadi 5 hari kerja harus ada tanggapan," ujar Kepala Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan DJP Andri Puspo Heriyanto. (DDTCNews)

World Bank: Ratusan Triliun Hilang karena Kepatuhan Pajak di Indonesia Rendah

World Bank mengungkapkan kesenjangan penerimaan PPN dan PPh Badan di Indonesia mencapai rata-rata 6,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 944 triliun selama periode 2016 hingga 2021.

Dalam laporan bertajuk Economic Policy: Estimating VAT and CIT Gaps in Indonesia, tingginya angka ketidakpatuhan menjadi faktor utama yang memengaruhi penerimaan pajak, khususnya dalam PPN.

Laporan tersebut menunjukkan celah kepatuhan (compliance gap) berdampak lebih besar terhadap penerimaan PPN ketimbang keputusan kebijakan pajak. Untuk PPh Badan, kesenjangan kebijakan (policy gap) lebih besar ketimbang celah kepatuhan. (Kontan)

Prabowo Ingin Setiap Provinsi Punya 1 Kawasan Ekonomi Khusus

Presiden Prabowo Subianto berencana untuk membangun kawasan ekonomi khusus (KEK) di setiap provinsi.

KEK adalah kawasan dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Menurut Prabowo, setiap provinsi di Indonesia perlu memiliki setidaknya 1 KEK.

"Nanti mungkin idealnya ada 1 KEK di setiap provinsi. Jadi, ujungnya mungkin harus punya 38 KEK. Kami ingin ke arah sana," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Kontraksi Pajak di Awal Tahun, DPR Minta Pemerintah Lebih Waspada

Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati meminta pemerintah untuk mewaspadai berbagai tekanan yang terjadi dalam pengelolaan APBN dalam awal tahun ini.

Anis mengatakan kinerja APBN sejauh ini memang masih sejalan dengan yang direncanakan pemerintah. Namun, kontraksi pada penerimaan pajak akan berdampak langsung terhadap pengelolaan APBN secara keseluruhan.

"Sejak awal Kementerian Keuangan harus mencegah pelebaran defisit APBN 2025 dari target, menyusul tren penurunan penerimaan pajak, dan belanja yang tinggi, sehingga tidak menambah beban APBN ke depan," katanya. (DDTCNews)

DJP: Sudah 9,39 Juta WP Laporkan SPT Tahunan 2024

DJP mencatat telah menerima 9,39 juta Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 hingga 19 Maret 2025 pukul 00.01 WIB.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan SPT Tahunan 2024 yang disampaikan wajib pajak tersebut tumbuh 11,45% dari periode yang sama tahun lalu. Adapun periode penyampaian SPT Tahunan 2024 sudah dimulai sejak 1 Januari 2025.

"Angka ini terdiri dari 9,12 juta SPT Tahunan orang pribadi dan 268.000 SPT Tahunan badan," katanya. (DDTCNews)

Tingkatkan Investasi, DEN dan Menko Ekonomi Siapkan Paket Deregulasi

Dewan Ekonomi Nasional (DEN) bersama Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian akan melakukan deregulasi atas kebijakan-kebijakan yang menghambat masuknya investasi sektor industri ke Indonesia.

Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan deregulasi tersebut juga berpotensi meningkatkan ekspor dan pertumbuhan ekonomi.

"Pada tahun 80-an, pemerintah pernah melakukan itu. Itu bisa meningkatkan ekspor kita sampai 20% dan sekarang kita kerjakan. Sudah mulai dari tim Pak Airlangga [Kemenko Perekonomian] dan tempat DEN itu bekerja sama untuk menyiapkan masalah deregulasi ini," ujarnya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.