PMK 168/2023

PPh 21 TER Timbulkan LB Rp16,5 Triliun dan Tekan Penerimaan Pajak 2025

Muhamad Wildan
Kamis, 13 Maret 2025 | 14.02 WIB
PPh 21 TER Timbulkan LB Rp16,5 Triliun dan Tekan Penerimaan Pajak 2025

Salah satu slide yang dipaparkan oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat pemberlakuan ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) telah menimbulkan kelebihan pemotongan dengan nilai yang signifikan.

Pada 2024, total kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 mencapai Rp16,5 triliun. Kelebihan pemotongan tersebut berdampak terhadap penerimaan pajak pada Januari dan Februari 2025.

"Ada kebijakan yang baru pertama kali dilaksanakan pada 2024 yang namanya TER untuk PPh Pasal 21," kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, Kamis (13/3/2025).

Pada Januari-Februari 2025, realisasi penerimaan PPh Pasal 21 mencapai Rp26,3 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPh Pasal 21 pada periode yang sama tahun lalu sejumlah Rp43,5 triliun.

Dengan demikian, kinerja penerimaan PPh Pasal 21 pada periode Januari-Februari 2025 turun 39,5% dibandingkan dengan kinerja pada Januari-Februari 2024.

Meski demikian, Anggito mengeklaim rata-rata penerimaan PPh Pasal 21 pada Desember 2024 hingga Februari 2025 masih lebih baik ketimbang rata-rata penerimaan PPh Pasal 21 pada Desember 2023 hingga Februari 2024.

"Sebetulnya rata-rata [penerimaan] PPh Pasal 21 pada 2025 itu lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024," ujarnya.

Sebagai informasi, ketentuan penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan TER termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023. Dengan PMK tersebut, gaji pegawai dipotong PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif bulanan atau tarif efektif harian.

Tarif efektif bulanan berlaku bagi pegawai tetap dan pensiunan untuk setiap masa pajak pajak selain masa pajak terakhir, sedangkan tarif efektif harian berlaku bagi pegawai tidak tetap.

Bila PPh Pasal 21 yang dipotong menggunakan tarif efektif bulanan pada masa pajak selain masa pajak terakhir ternyata lebih besar dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun pajak, kelebihan pemotongan tersebut harus dikembalikan oleh pemberi kerja kepada pegawai tetap bersangkutan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir.

Perlu diketahui, pemberi kerja yang kelebihan menyetorkan PPh Pasal 21 dapat mengompensasikan kelebihan tersebut ke PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.